Lebaran Sebentar Lagi : Antara Gembira dan Menangis (Roni Fadilah)


Lebaran adalah momen yang sangat ditunggu-tunggu oleh umat muslim,  setelah satu bulan penuh  melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Ekspresi keceriaan tersebut terpancarkan dari semua kalangan, baik anak-anak, remaja, maupun orang tua. Semua menunjukan kegembiraan yang tiada tara.

Di Indonesia, momen sebelum Lebaran tiba, banyak sekali tradisi atau kebiasaan yang umum dilakukan untuk menyambut Lebaran tiba.  Dari mulai berburu baju, celana, sepatu, perhiasan,motor bahkan mobil baru, tak jarang rumah, atau perabotan, cat rumah diganti juga dengan yang baru. Begitu pun, persiapan pengadaan segala panganan khas lebaran yang berjibun ragamnya termasuk kueh kaleng "Khong Guan" yang selalu setia hadir saat Lebaran.

Persiapan-persiapan tersebut di atas menyebabkan Mall, Super Market, Swalayan bahkan pasar becek menjadi ramai, padat sampai tumpah ruah, super hiruk pikuk antara manusia, trolly, motor, mobil dan barang bawaan. Sungguh situasi yang sangat luar biasa yang tidak bisa digambarkan dengan pendekatan nalar yang normatif semata.

Satu lagi, hal yang sangat fenomenal yang telah berjalan berabad-abad lamanya di Indonesia bahkan di negara-negara yang penduduknya mayoritas muslim yaitu Tradisi Mudik alias Pulang Kampung. Tradisi yang menyebabkan semua kalangan dari mulai rakyat jelata, sampai rakyat kalangan atas, bahkan semua pimpinan di negeri ini dari level RT sampai Presiden ikut terlibat super sibuk di dalamnya. Pak RT sibuk menjaga dan mengatur kampungnya supaya tetap aman dan tertib terkendali selama ditinggal warganya mudik. Para pejabat tinggi pun (termasuk presiden) sibuk mengatur supaya mudik bisa berjalan lancar, aman dan tidak ada gangguan yang sangat berarti.

Tradisi mudik bahkan menjadi "Dulang Emas" bagi beberapa kalangan,  termasuk Media Cetak maupun Media Elektronik. Situasi mudik setiap saat ditayangkan secara live dan on line, pemberitaan ini dimuat sedemikian rupa supaya menarik dan bisa mengeruk keuntungan dari iklan yg ditayangkan.

Pada saat acara mudik ini pun, baru kita menyadari, Jakarta sudah menjadi "Milik Orang Daerah", bukan orang Betawi lagi. Dan ternyata Jakarta tanpa "Orang Daerah" bukan lagi kota "Megapolitan", Jakarta menjadi sepi, lengang, bebas macet dan kebisingan. Saat ini lah Jakarta menjadi Kota yang "Nyaman dan Indah".

Apa yang didapat setelah Lebaran berlalu? Kalau anak-anak pasti bahagia dapat "Angpau", silaturahim dengan keluarga, sanak saudara, kerabat, sahabat, teman, dan ziarah ke makam orang yang dikasihi, cerita pengalaman hidup, cerita perjalanan selama mudik, dan selain itu,  yang didapatkan setelah lebaran adalah capek, uang habis dan kembali dalam kehidupan rutin normal seperti biasa.

Lalu, apa yang dikerjakan oleh para salaf shalih?

Bagi para ulama salaf shalih menjelang  hari-hari kepergian Ramadhan, begitu berat dan sedih mereka rasakan. Dengan berlalunya bulan Ramadhan, hati mereka mejadi sedih. Maka, tidak mengherankan bila pada malam-malam terakhir Ramadhan, pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Masjid Nabawi penuh sesak dengan orang-orang yang beri’tikaf. Dan di sela-sela i’tikafnya, mereka terkadang menangis terisak-isak, karena Ramadhan akan segera berlalu meninggalkan mereka. Ketika mereka memasuki detik-detik akhir penghujung Ramadhan, air mata mereka menetes. Hati mereka sedih.

Betapa tidak, bulan yang penuh keberkahan dan keridhaan Allah Ta'ala itu akan segera pergi meninggalkan mereka. Bulan ketika orang-orang berpuasa dan menghidupkan malam-malamnya dengan ibadah. Bulan yang Allah bukakan pintu-pintu surga, Dia tutup pintu-pintu neraka, dan Dia belenggu setan. Bulan yang di awalnya adalah rahmat, di pertengahannya ampunan, dan di akhirnya pembebasan dari api neraka. Bulan ketika napas-napas orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada minyak kesturi. Bulan ketika Allah setiap malamnya membebaskan ratusan ribu orang yang harus masuk neraka. Bulan ketika Allah menjadikannya sebagai penghubung antara orang-orang berdosa yang bertaubat dan Allah Ta’ala.

Mereka menangis karena merasa belum banyak mengambil manfaat dari Ramadhan. Mereka sedih karena khawatir amalan-amalan mereka tidak diterima dan dosa-dosa mereka belum dihapuskan. Mereka berduka karena boleh jadi mereka tidak akan bertemu lagi bulan Ramadhan yang akan datang.

Al-Hafidz Ibnu Rajab al-Hanbali mengatakan :

كانوا يدعون الله ستة أشهر أن يبلغهم شهر رمضان، ثم يدعون الله ستة أشهر أن يتقبله منهم

“ Para ulama salaf, berdoa kepada Allah selama enam bulan agar mereka disampaikan kepada bulan Ramadhan, kemudian mereka berdoa lagi selama enam bulan agar Allah mau menerima amalan ibadah mereka tersebut (selama di bulan Ramadhan) “.

Beliau juga mengatakan :

كان بعض السلف يظهر عليه الحزن يوم عيد الفطر فيقال له: إنه يوم فرح وسرور فيقول: صدقتم ولكني عبد أمرني مولاي أن أعمل له عملا فلا أدري أيقبله مني أم لا ؟

“ Sebagian ulama salaf menampakkan kesedihan di hari raya Idul Fitri, Seseorang kemudian bertanya kepadanya, “Sesungguhnya hari ini adalah hari bersuka ria dan bersenang-senang. Kenapa engkau malah bermuram durja? Ada apa gerangan?”

“Ucapanmu benar, wahai sahabatku,” kata orang tersebut. “Akan tetapi, aku hanyalah hamba yang diperintahkan oleh Rabb-ku untuk mempersembahkan suatu amalan kepada-Nya. Sungguh aku tidak tahu apakah amalanku diterima atau tidak.”

Cerita tersebut di atas, semoga menjadi renungan bersama, kita sebagai umat muslim yang tinggal di Indonesia, jangan sampai terbuai dengan kebiasaan yang dilakukan menjelang Lebaran. Mari kita ikuti contoh para ulama salaf walaupun masih jauh dari kesempurnaan.***

Roni Fadillah
Ketua Kafapet JabodebekSuci

Posting Komentar

6 Komentar

  1. Mudik terjadi karena difasilitasi.
    Dikasih uang (baca: THR) sekaligus dikasih waktu ( cuti bersama).
    Seakan-akan tersirat kata: ayo pergilah.... Ayo mudiklah..., Ada uang, ada waktu, ada fasilitas jalan sampai-sampai truck gak boleh lewat

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah sudah mudik....
    Silaturahmi dengan keluarga dan "teman balita"....

    BalasHapus
  3. Bln yg awalnya adalah rahmat, pertengahannya ampunan, di akhirnya pembebasan dari api neraka.... ?!?!?!

    BalasHapus
  4. Mas Seno, konteks isi tulisan saya hanya sekedar "membandingkan" tradisi real yg ada di Indonesia dgn kebiasaan para salaf sholih, utu aja. Tidak membahas masalah pembagian bulan Ramadhan. Kalau ada terselip penbagian ramadhan nebjadi 3, mohon ma'af, dan itu pun bukan saya membagi, tapi hanya sekedar copas dari pendapat "umum" yg sering para ustad dibawakan. Kakau memang kurang paa toling dikireksibya mas. Ga ysah pakai tanda ??!?! yang banyak. Biar yang dikoreksi juga mudah mencerna, apa yg dimaksud mas Seno.
    Sukron atas koreksiannya.

    BalasHapus
  5. Mas Seno, konteks isi tulisan saya hanya sekedar "membandingkan" tradisi real yg ada di Indonesia dgn kebiasaan para salaf sholih, utu aja. Tidak membahas masalah pembagian bulan Ramadhan. Kalau ada terselip penbagian ramadhan nebjadi 3, mohon ma'af, dan itu pun bukan saya membagi, tapi hanya sekedar copas dari pendapat "umum" yg sering para ustad dibawakan. Kakau memang kurang paa toling dikireksibya mas. Ga ysah pakai tanda ??!?! yang banyak. Biar yang dikoreksi juga mudah mencerna, apa yg dimaksud mas Seno.
    Sukron atas koreksiannya.

    BalasHapus
  6. Jika saya ketemu presiden atau menteri agama atau MUI Pusat, saya mau usul supaya masyarakat diarahkan tradisi mudik bukan saat idul fitri tapi idul adha. Insya Allah lebih bermakna. Tidak mengganggu kekhusukan bulan puasa dan lebih banyak menyebarkan hewan kurban ke desa-desa, dll. Mimpi.com

    BalasHapus

Jika kesulitan posting komentar via hp harap menggunakan komputer