Mahasiswi Peternakan Putri Pasangan Sopir dan TKI Raih Impian Pertamanya

Univia Gissa Chisara peserta program CPBSA.



Gisa, mahasiswi Fakultas Peternakan Unsoed, putri pasangan sopir dan TKI meraih impiannya jalan-jalan ke luar negeri gratis berkat prestasinya dalam akademik.

Bila Anda mendesak bertanya pada Univia Gissa Chisara untuk mengungkapkan apa arti namanya, barangkali William Shakespeare  akan maju dan membelanya. "What's in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet," demikian bela Shakespeare.

“Saya pun tak tau artinya. Pernah tanya ke orang tua. Jawabnya ya, tidak ada makna khusus cuma mengarang-ngarang,” kata Gissa tentang nama uniknya.

“Kebetulan bapak waktu muda anak bioskop dan memang kreatif orangnya. Mungkin terinspirasi dari nama-nama pemeran di film jaman dulu,” tambah Gisa.

Gisa lahir di Batang, 2 Juli 1997. Ia anak pertama dari dua bersaudara. Ayahnya, Maman Suaman bekerja sebagai sopir pengantar barang. Ibunya Ikah menjadi TKI sejak dirinya SD. Adiknya Septhalia Friska Esmanda masih duduk di SMA. Rumah Gisa di Limpung, sebuah desa kecamatan berjarak sekitar 30 kilometer sisi tenggara kota Batang. Dari pusat kota kabupaten, membutuhkan waktu tempuh sekitar 45 menit sampai ke Limpung.

Meskipun Gisa – bahkan juga ayahnya - tidak punya catatan mengenai apa arti nama uniknya, ia tahu bagaimana memberi makna bagi namanya, terlebih hidupnya. Setidaknya tiga bulan pertama dalam tahun 2019 ini, Gisa telah mencoba memberi makna yang terbaik dalam salah satu penggalan hidupnya.

Gisa bercerita, Bulan Oktober 2018 ia mengajukan diri mengikuti seleksi program yang dibuat Charoen Pokphand Indonesia. Program tersebut bernama
Charoen Pokphand Best Student Appreciation (CPBSA) Batch III. Program tersebut sebagai wujud apresiasi bagi mahasiswa berprestasi. Mereka yang terseleksi mendapatkan kesempatan ‘magang’ di Charoen Pokphand. Di kampus, Gisa adalah peringkat ke tiga mahasiswa berprestasi.

Gisa menyiapkan semua berkas termasuk
personal branding bertajuk “WHY ME”. Selain berkas-berkas administrasi, Gisa juga menjalani psikotes dan wawancara.

Pada suatu hari ketika Gisa berada di tengah rapat unit kegiatan mahasiswa Unit Pengabdian Masyarakat (UPM) ia mendapat kabar gembira tersebut. Ia terdiam sejenak dan menyampaikan pada teman-teman UPM. “Teman-teman, saya lolos seleksi CPBSA,” katanya dengan berseri.

Dari sekian banyak mahasiswa dari seluruh Indonesia yang mengirimkan aplikasi, terpilih 23 orang. Gisa dan satu mahasiswa Fakultas Teknik Indunstri menjadi duta Unsoed yang terjaring. Mereka bertemu dengan teman-teman dari berbagai universitas antara lain,
Universitas Gadjah Mada, Universitas Diponegoro, Universitas Brawijaya, Universitas Airlangga, Institut Pertanian Bogor, Universitas Padjadjaran, Universitas Hasanuddin, Universitas Andalas, dan Universitas Lampung.

Para mahasiswa mengikuti tiga tahap kegiatan plus satu trip wisata. Pertama, mereka berkumpul di Jakarta. Selain ucapan selamat datang dan sambutan dari petinggi Charoen Pokphand seperti Direktor Jemmy Wijaya, peserta mendapat pelatihan Total Quality Manajemen (TQM) Industri 4.0. Kegiatan ini berlangsung pada 11 Januari.

Kedua, dari Jakarta para mahasiswa disebar ke berbagai perusahaan grup Charoen Pokphand Indonesia (CPI) untuk menjalani masa magang selama tujuh minggu. Gisa mendapatkan tempat di feed mill CPI Lampung. Gisa fokus belajar marketing. Selama dua minggu ia belajar administrasi produksi sampai penjualan. Dua minggu berikutnya Gisa magang di kandang petelur di Kalianda. Ia melakukan semua pekerjaan anak kandang dari memberi makan hingga mengambil telur sembari belajar berbagai hal. Dua minggu berikutnya Gisa masuk close house.


Ternyata dunia kerja seperti ini. Kalau cewek tidak kuat tidak akan bisa kerja,” kata mahasiswi angkatan 2015 tersebut.


Gisa ketika berada di kandang petelur Kalianda, Lampung.



Satu minggu terakhir Gisa belajar di cylo driyer. Ia belajar dari mulai merencanakan kebutuhan jagung, rencana pembelian, alur pengiriman dari petani, sampai proses pengeringan.

Pada akhir semua proses itu, Gisa membuat laporan dan bahan presentasi. Ia juga menganalisa apa yang kurang yang perlu diperbaiki. Solusi apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi kekurangan tersebut.

“Presentasi itu sekaligus mencocokan dan mengoreksi apa yang perusahaan berikan dan apa yang saya serap. Harusnya sama. Kalau ada yang tidak tepat lantas diperbaiki,” tutur mahasiswi yang ketika SMA suka menulis cerpen tersebut.

Materi presentasi tersebut lantas dibawa ke Jakarta ketika semua peserta program kembali bertemu. Selain teman-teman mahasiswa peserta program, presentasi mereka juga dicermati oleh jajaran pimpinan CPI. Pada saat itu Gisa juga ditemani Dekan Fakultas Peternakan Unsoed Prof.Dr.Ismoyowati, MP yang datang ikut bergabung.

Gisa menyimak beberapa usulan teman-teman teknik yang menarik.  “Ada mahasiswa Unhas menciptakan sistem berbasis kamera dan sensor di kiri dan kanan. Itu untuk mengurangi kemungkinan salah hitung karung,” kata Gisa.

“Tetapi pada prinsipnya, kami semua yang terpilih adalah the best student. Ukuran dan bidangnya berbeda-beda,” ungkap Gisa.

Presentasi di Jakarta itu menjadi tahap ke tiga dari program CPBSA. Pada akhir pertemuan Jakarta itu, peserta program mendapat pelatihan motivasi.

“Kalau mau sukses harus tahu visi dan misi kita,” tegas Gisa mengulang ungkapan pemateri.
Selepas pertemuan Jakarta yang kedua tersebut pada awal Maret, giliran berikutnya adalah mengikuti trip wisata ke Bangkok dan Kamboja. Meskipun perjalanan ke luar negeri itu adalah perjalanan wisata, peserta sempat mengunjungi Pameran Peternakan Asia VIV ASIA 2019 di Bangkok. Peserta juga mendapat kesempatan mengikuti dua seminar yang mereka pilih yang berlangsung dalam pameran.

Gisa menceritakan kekagumannya ketika peserta program diajak study banding ke Panyapiwat Institute of Management (PIM) di Bangkok. Kampus ini masih dalam naungan Charoen Pokphand dan semacam vokasinya Thailand. “Work based education,” kata Gisa.

“Kami juga diundang mengunjungi kedutaan Indonesia di Bangkok,” ujar Gisa.
Wisata yang dengan gembira ia ceritakan adalah ketika berkunjung ke Angkor Watt, Kamboja. “Kami foto-foto di situ,” ungkapnya.


Sesudah sekitar 30 menit menceritakan semua kegiatannya mengikuti program CPBSA tanpa tersela, Gisa kemudian minum. Kami ngobrol di kantin Kampus Fakultas Peternakan Unsoed. Kantin itu terletak di depan kampus sisi kanan. Gisa memesan es jeruk sementara saya memesan jus jambu.
Gisa mengenakan baju gamis bermotif batik berkerudung gelap. Warna batik itu dominan hijau. Pada bagian badan kanan motif batik kawung sementara pada bagian badan kiri motif batik parang rusak. Berkali-kali Gisa mengungkapkan rasa syukurnya karena mendapat kesempatan mengikuti program CPBSA.

“Wow, saya berasa beruntung banget. Saya itu anak biasa tetapi waktu di Lampung mendapat pengetahuan banyak langsung dari dari praktisi,” ungkapnya.

Sebelum terjun ke lapangan, Gisa seorang diri mendapat penjelasan berbagai hal yang akan ia hadapi di kantor dan kandang dari banyak manajer operasional.

Pada saat yang sama ia juga tertantang untuk menerapkan segala ketrampilan berorganisasi selama tiga tahun di kampus. “Saya merasakan langsung dan belajar bagaimana cara berkomunikasi yang baik dengan orang-orang hebat, apalagi ini para petinggi perusahaan,” katanya.

Gisa mengaku tidak banyak menemukan kendala. Ia hanya sempat merasa minder pada pertemuan pertama dalam pelatihan TQM. Pembicara sempat menjajagi pengetahuan yang ia miliki terkait industri 4.0. “Saya orang pertama yang ditanya. Saya blank,” ungkapnya.

Sebelum memutuskan untuk mengikuti seleksi program, Gisa sebenarnya sedang dalam masa persiapan tugas akhir. Ia sempat bimbang, apakah akan terus atau memprioritaskan tugas akhir. Gisa mengikuti penelitian dosen. Ia dibimbing oleh dosen Dr. Yusmi Nur Wakhidati, SPt., Msi dan Ir Nunung Nurhidayat, MP.

“Cita-cita saya waktu mendaftar ini sebenarnya satu, ingin jalan-jalan ke luar negeri gratis,” ujar Gisa sambil tersenyum. Ia menambahkan bahwa soal magang dan lainnya tidak terlalu ia pikirkan. Akan tetapi dari program CPBSA ia mengaku mendapatkan jauh lebih banyak.

“Saya jadi paham dan merasakan atmosfir dunia kerja. Saya tidak dianggap sebagai mahasiswa magang di sana. Dan itu sangat membekas dalam kepala saya,” papar Gisa.

“Saya tahu sesudah ini pintu gerbang menuju dunia kerja seperti terbuka. Kalau lulus nanti mungkin tidak langsung kerja, tetapi dengan ikut program ini, saya punya pengalaman dan punya kesempatan lebih bila kelak juga masuk ke Charoen Pokphand,” tutur gadis yang pada saat lulus SMA sempat dicegah kuliah karena keterbatasan biaya.

Gisa menerima sertifikat penghargaan dan sertifikat pelatihan Total Quality Manajmene (industri 4.0),
11 Maret 2019 di Hotel Novotel Mangga Dua Square, Jakarta.


“Waktu itu Ibu berpesan, kalau kuliah ya harus cari beasiswa, kalau bisa sambil kerja part time. Saya iyani saja. Yang penting masuk kuliah dulu,” ujar Gisa yang pada akhirnya mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) dan selepas program PPA selesai, sekarang mendapatkan beasiswa dari Charoen Pokphand.



Pada Rabu, 13 Maret Gisa telah kembali ke Purwokerto selepas Program CPBSA. Ia kembali menjalani aktivitas sebagai mahasiswa, meneruskan persiapan tugas akhir, sebagai Sekretaris Jenderal UPM menemani adik-adiknya berkegiatan, sebagai asisten dosen mendampingi mahasiswa praktikum untuk mata kuliah Mikrobiologi, Manajemen Bisnin, dan Teknologi Pakan.

Akan tetapi, meskipun ia telah kembali menjadi mahasiswa yang kos di Jalan Madrani, ia memiliki cara pandang akan masa depan yang berbeda. Impiannya jauh ke depan adalah membangun peternakan yang melibatkan masyarakat dan menjadikan peternakan tersebut sebagai sarana pendidikan bagi anak-anak sekolah.

“Tentu saya selesaikan kuliah dulu, lantas kerja. Ada impian untuk menjadi dosen. Dan itu tentu harus melanjutkan S2, tapi harus memberi giliran adik untuk kuliah dahulu,” ujar Gisa menutup perbincangan.

Sutriyono

Posting Komentar

0 Komentar