Jangan Mau Jadi Seperti Kambing (Opini Bang Jay)

Ayah saya, saya memanggilnya Babe, adalah seorang pedagang kambing sejak tahun 70-an. Barang dagangannya berasal dari berbagai kota di Jawa Tengah, seperti Magelang, Wonosobo, Purworejo, Purbalingga, Banjarnegara, Banyumas dan Ajibarang. Sebagian kambing langsung dibawa ke pasar kambing di Tanah Abang, dan sisanya dipelihara dirumah (tahun-tahun itu, di belakang rumah kami di kawasan Setiabudi, ada kandang yang bisa memuat puluhan ekor kambing) sambil menunggu pembeli. Jangan-jangan, ini terpatri di alam bawah sadar saya, dan kemudian memilih kuliah di Fakultas Peternakan.

Ketika saya baru berusia 6 – 7 tahun, Babe sudah mulai mengajarkan prinsip-prinsip kehidupan dengan caranya yang sederhana. Suatu kali beliau mengajak saya ke kandang dan memberi makan kambing. Sambil memberi makan, Babe bercerita tentang kehidupan kambing.  Setelah berpenghasilan, saya baru mengerti bahwa beliau sedang mengajarkan saya tentang pengelolaan keuangan.

‘Lihatlah kambing-kambing itu. Hanya seluas kandang inilah dunianya. Mereka hanya beraktifitas untuk kebutuhan mereka sendiri. Mereka tidak menyisakan atau menyimpan makanan untuk esok hari. Jika mereka sakit, tidak ada kawan yang membantu memberi mereka makan. Sehari saja mereka tidak bekerja atau mencari makan, mereka akan sakit karena tidak makan. Seminggu tidak makan, bisa jadi mereka mati’. Itu petuah Babe.

‘Kambing,’ lanjut Babe. ‘Hanya bekerja untuk makan hari itu. Ia tidak pernah bisa berpikir untuk menyimpan makanan buat esok hari. Tiap hari, ia harus bekerja mencari makanan untuk hidupnya.’

‘Di dunia ini, begitu banyak orang yang bekerja seperti kambing. Ia bekerja di hari itu untuk makan hari itu juga.  Bahkan ada yang lebih ekstrim lagi : kerja hari ini untuk memenuhi kebutuhan kemaren!  Kamu, beda dengan kambing. Boleh mulai bekerja satu hari untuk hari itu, tapi teruslah tingkatkan kemampuan untuk dapat uang lebih banyak buat hari esok.’

Suatu saat kamu harus bisa bekerja satu hari, yang hasilnya cukup untuk satu minggu. Bahkan lebih lama lagi. Mengingat hal ini, saya mengartikannya sebagai investasi. Jangan habiskan hasil bekerja sekaligus di saat itu. Akan tiba saatnya tenaga sudah tidak lagi kuat, dan pikiran sudah tidak bisa berfungsi maksimal.  Babe tidak hanya bicara. Beliau tanamkan uangnya untuk membeli tanah dan juga rumah untuk dikontrakkan. Sekalipun sudah tidak bekerja lagi, kedua orang tua saya bisa hidup tenang.

Babe, dengan ilmu sederhananya, bukan cuma sekedar belajar dan menguasai ilmunya. Beliau juga memraktekkannya.  Aaaaaakh, pagi-pagi jadi ingat almarhum Babe.  Semoga tenang di sana.

Zainal Abidin alumni Fakultas Peternakan Unsoed angkatan 1987, motivator nasional, dengan sebutan Bang Jay

Posting Komentar

1 Komentar

Jika kesulitan posting komentar via hp harap menggunakan komputer