Salah satu komoditas peternakan yang juga giat
dibudidayakan di tanah air adalah kambing perah. Kambing perah betina mampu
menghasilkan susu setelah melahirkan. Kemudian, kambing perah dapat diambil
susunya hingga 10 bulan setelah melahirkan dan sebelum memasuki masa kering.
Jika berbicara mengenai perkembangbiakkan kambing perah, maka sudah pasti hal
berikutnya yang terlintas adalah reproduksi.
Menurut Prof. Mulyoto Pangestu, dosen Monash University yang juga alumni Fakultas
Peternakan Unsoed, reproduksi dilakukan setiap hewan untuk mengaja esistensinya
di dunia. Pada ternak, reproduksi dilakukan dengan campur tangan manusia guna
menghasilkan kualitas yang mumpuni.
Siklus Produksi
Anak kambing atau
cempe akan memasuki siklus dara setelag 12 bulan. Setelah birahi dan kawin di
umur 12 – 18 bulan, kambing akan bunting selama 5 bulan sebelum melahirkan.
Umumnya, kambing akan melahirkan 2 ekor cempe. Akan tetapi, ada juga kasus
dimana kambing melahirkan 3 cempe sekaligus. Kemudian, periode menyusui
berlangsung selama kurang lebih sebulan.
Kemudian, setelah
3 hingga 7 bulan, baru susu bisa diperah selama maksimal 10 bulan sebelum
akhirnya kambing kembali bunting. Pada kambing betina, birahi bisa muncul pada
usia 4 – 12 bulan. Tetapi, usia ideal untuk bunting adalah 12 bulan. Kemudian,
pada kambing jantan kemampuan kawin mulai muncul saat memasuki usia 1 tahun
dengan melayani hampir 10 ekor betina per bulan. Sedangkan, kambing jantan
dengan umur 3 tahun mampu melayani hingga 40 ekor betina per bulannya.
Sementara itu,
definisi birahi atau estrus adalah apabila kambing betina siap menerima
pejantan untuk dikawini. Lama estrus berkisar antara 12 – 36 jam, dengan siklus
selama 21 hari. tanda-tanda estrus dapat diamati dengan mudah secara fisik. Di
daerah sub tropis, estrus hanya terjadi saat musim kawin, yakni musim gugur
yang berlangsung selama 3 bulan. Sementara itu, di negara tropis kambing tidak
memiliki musim kawin, bisa birahi setiap saat, dan pengamatan birahi juga dapat
dilakukan setiap saat sepanjang tahun.
Hal ini juga menjadi masalah karena bisa saja saat berahi selalu
terlewat bahkan sampai berbulan-bulan. Akibatnya produksi turun dan reproduksi terhambat. Oleh karena itu di daerah
tropis juga perlu deteksi berahi yang akurat.
Terdapat 2 cara
dalam melakukan perkawinan pada kambing, yakni dengan kawin alam dan Inseminasi
Buatan (IB). Perbedaannya, kawin alam dapat dilakukan kapan saja. Apa lagi
kalau ternak berada di padang gembala bersama dengan pejantan, maka deteksi berahi dilakukan oleh pejantan dan
sangat akurat. Sebaliknya, perkawinan lewat IB memerlukan persiapan yang baik
terutama untuk deteksi berahi dan harus tetap berada dalam rentang waktu
birahi. Metode IB yang biasa diterapkan adalah cervical AI dengan
mendesposisikan semen di depan cervix. Metode lainnya adalah dengan laparoscopy
AI yang mendesposisikan semen di dalam oviduct.
Setelah
melahirkan, induk akan otomatis menyusui anaknya. Kolostrum hanya diberikan
khusus kepada cempe. Kemudian, proses penyapihan terjadi. Secara umum, cempe akan
disapih setelah umutnya mencapai 4 bulan, namun bisa disapih saat umurnya baru
28 hari.
Gangguan dan Sinkronisasi
Birahi
Terdapat beberapa gangguan reproduksi yang biasa
dirasakan oleh kambing. Pertama adalah fisiologis yang dapat berupa gangguan hormonal.
Adapula anestrus akibat pakan yang kurang baik dan musim yang kurang pas, dan silent heat atau ekspresi birahi yang
tidak jelas akibat pakan. Silent heat juga
bisa tejadi di daerah tropis. Gangguan selanjutnya adalah keracunan dan infeksi
akibat jamur, pakan yang jelek atau adanya infeksi organ. Stres pun nyata
berpengaruh yang bisa diakibatka oleh perkelahian antar jantan, stres saat IB
(lazim dialami betina), isolasi, transportasi, stres cuaca atau suhu panas dan
dingin yang dapat menurunkan libido, trauma atau cedera, serta penampungan
semen yang menyebabkan perasaab tidak nyaman dan turunnya libido.
“Lanjutnya,
secara alami siklus dan munculnya birahi bisa terjadi kapan saja. Meskipun, di
dalam kelompok ternak yang sama,” kata Prof. Mulyoto. Birahi yang terjadi juga
tidak memiliki keseragaman waktu. Namun, dengan adanya sinkronisasi ini maka
waktu munculnya birahi dapat diseragamkan. Dengan adanya sinkronisasi ini, maka
akan mempermudah pula penyeragaman waktu pelaksanaan IB, sehingga meningkatkan
angka keberhasilannya.
Protokol
dilakukannya sinkronisasi birahi adalah dengan melakukan CIDR (Controlled Internal Drug-Releasing Device),
protagladin F2 alpha, dan pengaturan
sinar serta Melatonin. Pemisahan betina dan pejantan harus dilakukan selama 3
minggu dengan jarak 1,5 km. Umumnya, betina akan menunjukkan gejala birahi
selama 72 – 144 jam sebelum dapat dikawinkan dengan kawin alam atau IB. Efek
bau dan melihat pejantan kemudian akan meningkatnya sekresi LH dan
mengakibatkan ovulasi.
Teknik IB Pada Kambing
Penerapan IB nyatanya memiliki kekurangan dan
kelebihan. Menilik kekurangan yang dimiliki, biaya teknisi dan semen rupanya
masih dirasa sangat mahal. “Sebetulnya, deteksi birahi oleh pejantan lebih
akurat. Kelebihannya adalah mampu meningkatkan mutu genetik, mencegah penyakit
menular dari jantan, mengurangi biaya pemeliharaan pejantan, dan waktu
kelahiran cempe dapat diprediksi,” tambah dia. Keberhasilan IB sangat
tergantung pada ketepatan deteksi birahi, kualitas semen, dan musim kawin.
Beragam teknik IB
yang dapat diterapkan pada kambing adalah cervical
AI. Pada teknik ini, semen didesposisikan di bagian belakang serviks. Tidak
terlalu invasive, sehingga dapat dilakukan oleh peternak dengan biaya lebih
murah. Metode ini juga akan mengurangi rasa sakit dan infeksi pada betina.
“Keberhasilannya berkisar antara 50 – 80 %. Tergantung deteksi birahi,” tambah
pria yang juga menjadi dosen di Fakultas Peternakan Unsoed ini.
Teknik berikutnya
adalah laparoskopi. Dalam penerapannya, semen didesposisikan di dalam oviduk,
sangat invasive, memerlukan teknisi
yang terampil dan terampil, serta adanya risiko kematian atau infeksi.
Keberhasilan yang bisa diraih dari metode ini adalah 70 – 80 %. Terakhir,
adalah transferr embrio yang mampu meningkatkan kualitas genetik dari betina
dan jantan. Metode ini merupakan usaha tambahan bagi pemilik betina unggul,
mencegah penyakit menular dari betina maupun jantan. Kemudian, embrio beku yang
dihasilkan juga dapat dikirim ke mana saja. “Namun, transfer embrio mahal dan
memerlukan intervensi hormon dan bius atau flushing
embryo. Kemudian, membutuhkan individu terlatih untuk melakukan ini,” ujar
Prof. Mulyoto.
Penulis: Roni Fadilah dan Ajeng W
0 Komentar
Jika kesulitan posting komentar via hp harap menggunakan komputer