Keluarga alumni
Fakultas Peternakan (Kafapet) Unsoed mengadakan pertemuan secara dalam jaringan
(daring/online) melalui aplikasi Zoom
pada Sabtu (13/6). Pertemuan kali ini sangat istimewa, karena digelar dalam
rangka halalbihalal menyambut hari raya Idul Fitri 1441 H.
Tercatat, sekitar 100 orang
peserta hadir dalam acara ini. Alumni Fapet Unsoed yang tersebar luas dari
Sabang hingga Merauke, bahkan di negara tetangga seperti Thailand dan
Australia, serta Mozambik menambah semarak suasana halalbihalal yang digagas
pertama kali oleh Farid Dimyati (angkatan ’09) ini.
Acara yang dihelat selama dua
setengah jam ini sangat kental dengan suasana kekeluargaan. Sambutan hangat diberikan
oleh Dekan Fapet Unsoed Ismoyowati dan Wakil Rektor Unsoed Bidang Akademik, yang
juga dosen Fapet Akhmad Sodiq, Ketua Alumni Unsoed Astera Primanto Bhakti,
serta Mantan Menteri Luar Negeri Timor Leste Hernani C. da Silva.
“Saya salut dengan Kafapet yang
masih bisa melacak dan menghubungi seluruh alumni di berbagai tempat. Sehingga,
meskipun sudah puluhan tahun saya lulus dari Fakultas Peternakan, saya masih bisa
menjalin komunikasi baik dengan kawan-kawan,” ujar Hernani senang. Dalam
kesempatan ini, ia sedikit memberikan
pesan yang didapat berdasarkan pengalamannya. “Apapun yang sedang didiskusikan,
yang terpenting adalah bagaimana kebijakan pemerintah diterapkan dan
implementasinya pada bidang peternakan,” tukas dia.
Halalbihalal Kafapet Unsoed berlangsung hangat dan penuh kekeluargaan (dokumen Panitia Halalbihalal 2020) |
Kondisi Peternakan Dalam Negeri
Selain
itu, digelar pula Talkshow yang
mengusung tema ‘Strategi Industri Peternakan di Dalam dan Luar Negeri dalam
Rangka Menghadapi Era Kenormalan Baru’, yang tentunya disampaikan oleh alumni serta dosen Fapet Unsoed. Menilik temanya yang sangat menarik, acara terbilang
seru dan dipenuhi diskusi.
Industri perunggasan Indonesia merupakan
sektor utama bagi perekonomian nasional. Rupanya, industri ini memasok 65 %
protein hewani yang dibutuhkan masyarakat. Memasuki era kenormalan baru,
Ismoyowati yang juga pakar perunggasan ini menyampaikan bahwa industri
unggas sebetulnya memiliki harapan yang positif. “Di Indonesia, harga ayam
pedaging (broiler) dan telur secara
konsisten lebih tinggi dibandingkan dengan di Eropa dan Amerika. Pertumbuhan
produk atau industri unggas juga terpantau konstan di Indonesia. Tentunya,
didukung oleh meningkatnya permintaan yang menjadi elemen penting dalam menjaga
harga tetap tinggi,” papar Ismoyowati.
Tidak
terdapat perubahan yang mencolok mengenai prioritas konsumsi produk asal
ternak. Seperti yang telah diketahui, telur dan daging ayam adalah produk
peternakan yang banyak dikonsumsi dan mudah diperoleh masyarakat Indonesia.
Dirinya
kemudian memberikan masukan dan strategi kepada pemerintah untuk melakukan koordinasi dan
sinergi. Contohnya adalah kerjasama dari Kementrian Perdagangan dan Kementrian Pertanian dalam kebijakan
tataniaga dan supply produk. “Seiring
dengan naiknya PDB (Produk Domestik Bruto), maka konsumsi produk unggas dalam
negeri akan semakin meningkat. Pemerintah dan industri harus bekerjasama dalam
mengembangkan volume dan proyeksi produksi yang akurat,” jelas dia memberikan
saran.
Kondisi Peternakan Luar Negeri
Rayudika Patindra Purba yang menetap di Thailand pun menjelaskan jika kondisi peternakan saat pandemi di negara tersebut tidak terlalu terpengaruh. Pria yang juga jebolan Suranaree University of Technology ini menjabarkan jika pemerintah Thailand cukup sigap dan tegas dalam menjalankan protokol kesehatan. Itulah sebabnya, mengapa peternakan tidak ikut terdampak korona. “Pernah, saya lupa menggunakan masker setelah olahraga. Kemudian, saya membeli minum di sebuah kedai. Saya ditegur dan diberikan sanksi oleh petugas. Sebenarnya, yang cukup membuat shock adalah sanksi sosial dari masyarakat sekitar,” beber Rayudika.
Kabar serupa datang dari Australia. Salah satu alumni Fapet Unsoed
angkatan ’82, Mulyoto Pangestu memaparkan suasana sektor peternakan saat pandemi
Covid-19 di Australia yang merupakan negara tempat ia bermukim saat ini. Menurutnya, kondisi
peternakan di Australia masih stabil tanpa terpengaruh pandemi. Hal ini
dikarenakan sistem pertanian yang padat alat dan mekanisasi baik. "Distribusi
dan pemasaran domestik tetap berjalan seperti biasa, termasuk juga pada
industri hulur, hilir, dan sektor pendukung lainnya,” kata Mulyoto yang juga
dosen di Monash University ini.
Talkshow yang berlangsung menambah semangat para peserta untuk berdiskusi (dokumen Panitia Halalbihalal 2020) |
Pembatasan pada sektor hiburan
dan restoran tak pelak mengubah pola konsumsi masyarakat Australia, dari membeli
makanan di luar menjadi harus masak sendiri. Sementara itu, Australia juga mengalami
kemerosotan jumlah ekspor ke luar negeri, terutama China. “Permasalahan yang
menghadang Australia pada awal pandemi, yakni Februari sampai Maret adalah
terjadinya kelangkaan bahan kimia saat China mengalami Covid-19 gelombang
pertama. Ekspor produk juga terganggu,” tambah dia.
ajeng
1 Komentar
Mantaaap, lanjutkan 👍
BalasHapusJika kesulitan posting komentar via hp harap menggunakan komputer