Mahasiswa Unsoed Magang Industri di Jepang

    

Pelepasan pemagangan industri Fakultas Peternakan UNSOED

    Di usia yang ke-54 Fakultas Peternakan (Fapet) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto mengizinkan 13 mahasiswanya setahun penuh magang bekerja sekaligus belajar pada kawasan industri Peternakan Sapi Perah di Jepang. Mahasiswa diharapkan dapat menghadapi tantangan untuk berkompetisi melalui kegiatan magang yang terstruktur ini, selain itu pula program magang industri di Jepang ini turut bertujuan untuk membekali mahasiswa mengenai niat untuk maju, mandiri, dan berpikir apa yang harus dikerjakan seusai dengan magang nanti, ungkap Ir. Alief Einstein, M.Hum., selaku Humas Dies Natalis Fapet Unsoed ke-54.

    Einstein sempatkan bincang-bincang untuk mengetahui sampai sejauh mana pengalaman baru mahasiswa dari Indonesia yang mengalami musim tropis, di antaranya pertama pada hari Rabu, 04 Maret 2020, dilaksanakan bincang jarak jauh dengan 3 (tiga) mahasiswa Fapet Unsoed Julvian, Nosap, dan Toni yang sedang di Jepang dan bincang kedua dengan alumni Fakultas Biologi Unsoed angkatan 1983 beserta alumni Program S2 dari Ryukyus Okinawa, Jepang yakni Dr. rer. nat. AB. Susanto, M.Sc. Bincang ketiga pada tanggal 01 Agustus 2020 dengan Lusi yang juga merupakan mahasiswa Fapet Unsoed yang sedang melaksanakan kegiatan magang pada Industri Peternakan Sapi Perah di Jepang. 

    Terkait program Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim pada 24 Januari 2020 khusus untuk pendidikan tinggi meluncurkan Kampus Merdeka, untuk itu Dr. rer. nat. AB. Susanto, M.Sc., yang juga alumni S3 dari University of Bremen, Jerman mengatakan bahwa prinsip utama dalam salah satu program Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka adalah memperjalankan mahasiswa secara sukarela dari zona nyaman, yaitu belajar di kampus saja, namun demikian dalam implementasinya masih banyak pimpinan perguruan tinggi/politeknik belum sempurna mencerna arahan Mendikbud tersebut. Oleh karena itu, Fakultas Peternakan Unsoed terkait program tersebut langsung berupaya mengeksekusi dengan mengirimkan sebanyak 13 mahasiswa di tahun terakhir ke Jepang. Perusahaan di Jepang bergerak dalam bisnis yang sesuai dengan bidang kajian mahasiswa Fapet Unsoed tersebut. Hal ini berarti setelah 9 - 12 bulan mereka berada di peternakan sapi, Hokkaido, Jepang, maka dijamin mahasiswa akan mulai mahir komunikasi Bahasa Jepang. Berkaitan dengan hal itu, mereka juga akan terlatih baik secara softskill nya dalam hal budaya disiplin kerja, maupun belajar menepati sebuah komitmen, dan berjuang untuk memenangkan persaingan global.

    Salah satu keuntungan nyata yang akan diperoleh mahasiswa tersebut setelah pulang dari Jepang adalah semakin mudahnya para mahasiswa untuk mendapatkan pekerjaan. Sehubungan dengan hal tersebut, kemampuan untuk berkomunikasi dalam hal pekerjaan dengan orang asing akan nampak lebih unggul, ujar AB Susanto.

    Melihat beberapa kelebihan bagi mahasiswa yang mengikuti pemagangan industri di Jepang, untuk itu dosen FPIK Undip Dr. rer. nat. AB. Susanto, M.Sc., menyimpulkan bahwa  keberlangsungan program ini sangat diharapkan sekali oleh pihak Dekanat Fapet Unsoed. Semoga setelah terkirim bertiga belas mahasiswa ini, akan ditindaklanjuti pengiriman di "batch" selanjutnya dan dalam jumlah besar, papar AB. Susanto.

1. Hokkaido, Jepang

    Guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan mental mahasiswa dalam mengelola serta mengembangkan usaha peternakan kelak dikemudian hari, tepat pukul 23.30 hari Selasa 18 Februari 2020, dari International Airport Soekarno Hatta (IASH), Cengkareng, ke-13 mahasiswa Fapet Unsoed terbang dengan menggunakan layanan Garuda Indonesia menuju Bandar Udara Internasional Haneda, Tokyo, Jepang.

    Di bandara IASH, beberapa saat sebelum mahasiswa ke Jepang ada beberapa sambutan, yang pertama perwakilan Fapet Unsoed Dr. Ir. Bambang Hartoyo, MSi., selaku Koordinator Prodi D3 Budidaya Ternak yang memberikan sambutan sekaligus melepas pemberangkatan. Kedua, paparan Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka oleh Dr. rer. nat. AB. Susanto, M.Sc.

    Selanjutnya dari Tokyo, perjalanan mereka masih dilanjutkan dengan menaiki pesawat menuju Hokkaido. Sesampainya di Hokkaido, ke-13 mahasiswa sudah dijemput oleh pegawai/staf dari 6 perusahaan tempat mahasiswa magang yakni Zuzukuna Farm Co., Ltd., Betsukai Milk World Co., Ltd., Kage Farm Co., Ltd., Yanbe Farm Co., Ltd., Wahei Co., Ltd., J. Farm Shimazaki Co., Ltd.

    Meskipun para mahasiswa ditempatkan di industri peternakan sapi perah yang berbeda, seluruh mahasiswa Fapet Unsoed yang telah berada di Jepang tetap berada di kota yang sama, yakni Betsukai, Provinsi Hokkaido. Hokkaido sendiri merupakan pulau utama dan terbesar kedua di Jepang dengan lingkungan alami yang dingin, udara sejuk, dan bersih sehingga dapat menjadi faktor penunjang untuk menghasilkan produk susu yang sehat, lezat, dan berkualitas di Jepang.


2. Kesan Pertama di Jepang

 


Lusi peserta Magang di J. Farm Shimazaki, Co.Ltd.
Lusi peserta Magang di J. Farm Shimazaki, Co.Ltd. Kota Betsukai, Hokkaido, Jepang

a. Lusi.

    Saat pertama kali Lusiana Dila Erita (Lusi) menginjakkan kaki di bandara Haneda, Tokyo, saat itu juga kaki mungil Lusi ini menyentuh tanah negeri Sakura, Jepang. Sayangnya saat itu belum ada bunga Sakura yang nampak di hadapan Lusi, kabarnya di sini masih musim dingin. Benar saja, dingin sekali. Rasanya sampai telapak tangan Lusi mati rasa. Dingin itu menelusup masuk sampai menusuk tulang, setelah itu menjalar ke seluruh badan kemudian menyerang perut. Ya, Lusi langsung sakit perut ketika tiba di bandara. Lusi panik mencari toilet, saking sakitnya. Salahnya sebelum melakukan penerbangan Lusi memakan makanan pedas, alhasil makanan pedas dan hembusan angin mengoyak seisi perut. Ternyata, toiletnya ada di sebelah kanan. Yang membuat Lusi geleng-geleng kepala adalah betapa canggihnya kloset bandara di Jepang, ternyata benar yang Lusi dengar mengenai canggihnya teknologi yang ada di Jepang sampai-sampai kecanggihannya itu mengambil peran di bagian fasilitas umum seperti yang ada di toilet bandara ini. Di samping kloset terdapat beberapa tombol yang bisa dipencet untuk beberapa fitur, tentu saja pada tombol-tombol itu ada keterangannya, dan bertuliskan hiragana, katakana, dan kanji yang pada saat Lusi pencet hanya menebak-nebak saja. Ini harus Lusi ceritakan, meskipun terdengar seperti bagaimana saat "membicarakan kloset" tapi ini pengalaman yang menarik bagi Lusi.

    Salju sudah tidak terlihat di bandara Tokyo, hanya tersisa udara dingin yang membuat sesak ketika bernapas. Terminal di bandara saat Lusi melanjutkan perjalanan ke Hokkaido adalah terminal tempat Lusi mendarat. Terminal tersebut berbeda dengan terminal pada saat Lusi berangkat dan memerlukan bus menuju terminal 2 untuk ganti pesawat, itulah pertama kalinya Lusi naik bus di Jepang.

    Dua jam sudah Lusi dalam pesawat dari Tokyo menuju Hokaido dengan pesawatnya bukan lagi Garuda Indonesia, kali ini Lusi menggunakan layanan pesawat dari maskapai asal Jepang, All Nippon Airways (ANA). Ini berarti kali kedua Lusi naik pesawat terbang setelah penerbangan Lusi dari Jakarta ke Tokyo.

    Perjalanan Lusi dimulai sesampainya ia di Hokkaido. Lusi dijemput oleh Aizawa dari J Farm, Shimazaki. Perjalanan dari bandara menuju farm di kota Betsukai jauh sekali. Sepanjang jalan Lusi mengobrol dengan Aizawa membicarakan seputar Jepang dan Indonesia, mereka saling menceritakan kultur masing-masing negaranya, makanan yang mereka makan dan tidak, dan masih banyak lagi. Sebelum Lusi melanjutkan perjalanan mereka ditawarkan untuk makan siang oleh Aizawa. Makanan pertama Lusi di Jepang adalah Sushi. Rasanya enak sekali berbeda jauh dengan Sushi yang pernah Lusi makan di Indonesia. Akhirnya Lusi tiba di J. Farm Shimazaki, Co., Ltd., di peternakan tempat Lusi magang, Lusi tidak sendirian namun ada mahasiswa lain dari Unsoed yakni Nurulita Fawziah Harnum.

    Pertama kalinya melihat salju adalah saat Lusi di atas pesawat dari Tokyo menuju Hokkaido dan tepat di atas pulau

    Hokkaido terhampar luas daratan berwarna putih dan di situ Lusi melihat hal yang tidak pernah Lusi lihat di Indonesia. Saat di Hokkaido, terdapat pemandangan yang berbeda dengan kota sebelumnya yaitu Tokyo. Hamparan salju berwarna putih menyelimuti permukaan bumi kota Betsukai, Hokkaido. Pertama kali memegang salju dan berjalan di atas salju itu Lusi "katro" banget, sebentar-sebentar bilang "Oh ini salju yang ada di film-film tuh", "Lusi bisa lihat salju", "Oh gini tekstur salju tuh, sama saja seperti es serut tapi lebih halus yah" seperti itu lah kira-kira, kata Lusi.

    Amat sangat senang rasanya Lusi melihat salju secara dekat. Kaki Lusi menapaki tanah lain, hidung Lusi pun menghirup udara di ruang yang berbeda. Kali ini rasanya dinginnya meningkat tiga kali lipat dari dinginnya Tokyo. Hidung pun serasa tertusuk saat bernapas. Mata pun tergoda melihat salju di mana-mana dan terlihat sangat dekat. Mata Lusi dimanjakan oleh pemandangan salju yang terhampar luas, terlihat gunung sangat cantik sekali, rasanya seperti melihat gunung Everest, bersalju dan berwarna biru.

    Setiap kali "posting photo" salju di sosial media, teman-teman Lusi selalu "bilang bungkus saljunya bawa ke Indonesia", sulit ya teman-teman. Kalau bisa sudah Lusi kirim itu semua hamparan salju, atau kalian saja yang susul Lusi ke sini agar bisa lihat salju juga.

    Lusi saat sedang istirahat tidak kerja, main lempar-lemparan bola salju, membuat boneka salju, berselancar di atas salju yang hanya beralaskan sepatu boots, sisanya lebih baik di rumah karena di rumah terdapat penghangat ruangan.

    Berjalan di atas hamparan salju itu sulit sekali apalagi kalau malam sebelumnya hujan salju jalanan langsung tebal, waktu itu pernah mengalami berjalan di atas salju setinggi paha. Wah itu susah banget sih "ngelangkahnya". Rasa dingin tersebut juga membuat sulit untuk pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, Lusi langsung nongkrong depan pemanas ruangan. Biasanya, terdapat petugas yang membersihkan salju di jalanan, tapi ada kalanya belum di bersihkan, saat Lusi harus jalan lewat situ.

    Salju itu indah dipandang tapi dinginnya belum pernah Lusi rasakan sebelumnya, Lusi pernah mendaki ke puncak Gunung Ciremai dulu itu rekor suhu terdingin di hidup Lusi, tapi hidup dan bekerja di musim salju itu lebih dingin dari itu.

    Jujur sulit sekali bekerja pada saat musim dingin dan pekerjaan kami semi-outdoor. Paling tidak kami memakai baju kandang khusus musim dingin, memakai 5 lapis kaos kaki memakai boots khusus, dan jangan lupa untuk selalu bergerak sekalinya diam itu rasanya "automatis" beku.

    Banyak dialami oleh WNA yang baru mengunjungi suatu negara dan mengalami kesulitan dalam mencari makanan yang pas dan cocok. Berbeda dengan Lusi, Lusi agak tidak merasa kesulitan dalam beradaptasi dengan makanan karena Lusi biasa hidup di pedesaan yang di mana tidak ada restoran, kedai bahkan warung nasi pun tidak ada. Keadaan tersebut mengharuskan Lusi memasak sendiri makanan untuk sehari-hari dikonsumsi. Pada saat awal-awal tidak ada masalah dengan bahan masakan. Setiap satu bulan sekali Lusi pergi ke supermarket untuk membeli keperluan rumah dan dapur, istilahnya "Belanja Bulanan". Seharusnya Lusi pergi per-dua minggu satu kali, tetapi karena di sini juga sedang mewaspadai adanya Covid-19, Lusi kurangi intensitas untuk pergi ke keramaian. Belanja adalah hal yang menyenangkan, bukan hobi atau kebiasaan membelanjakan uang tetapi Lusi senang ketika bisa melihat dunia luar tidak hanya sapi dan kandang yang Lusi lihat. Berbelanja sangat bisa menghilangkan penat dan lelah yang dirasakan setelah melakukan rutinitas bekerja di kandang.

    Kegiatan saat bekerja di kandang terkadang membuat Lusi senang. Ada kalanya ketika Lusi bekerja terhibur dengan lelucon atau candaan pekerja di sini. Itu membuat Lusi ada sedikit motivasi untuk semangat bekerja, karena adanya komunikasi antar manusia membuat Lusi senang dan tidak merasa sendirian ada di negara orang lain. Hal lain yang membuat Lusi senang adalah selalu menerima ilmu-ilmu baru, entah itu pengetahuan tentang penanganan sapi yang sakit ataupun pengetahuan mengenai proses reproduksi sapi di sini yang belum Lusi dengar atau saksikan ketika Lusi di Indonesia. Hal itu pula yang membuat Lusi bersyukur bisa menginjakan kaki di Jepang dalam program Internship ini, ada ilmu pengetahuan baru yang Lusi dapatkan di sini.

 

Dari kanan ke kiri Toni, Nosap dan Julvian peserta magang di Betsukai Milk World, Co.Ltd. Kota Betsukai, Hokkaido, Jepang

b. Julvian, Nosap, dan Toni

    Muhammad Adi Julvian (Julvian), Nosap Bahrudin (Nosap), dan Tonianto magang di usaha peternakan sapi perah Betsukai Milk World Co., Ltd., di kota Betsukai, Hokkaido.

    Menurut Julvian, program magang ke Jepang ini sangat baik ya, kami bisa belajar sampai ke luar negeri tanpa terlalu memberatkan biaya pribadi ataupun orang tua. Program ini pastinya menambah pengalaman, relasi, skill, dan kemampuan bahasa. Kita bisa belajar bagaimana majunya teknologi peternakan sapi perah di Jepang dan budaya serta  semangat kerja yang tinggi. Kedisiplinan negara Jepang ini pasti akan bermanfaat bagi kami kedepannya.

    Nosap mengatakan: "di farm didampingi pegawai/staf dari pemilik farm. Staf tersebut lulusan AS, sehingga mudah menyesuaikan apa yang diinginkan mahasiswa yang sedang magang, seperti memilih hari libur dipilih Jum'at dan Sabtu."

    Untuk hari libur Nosap dan 2 mahasiswa lainnya biasa berbelanja untuk keperluan 1 minggu. Saat-saat libur kerja dimanfaatkan untuk beristirahat, mencuci, bersih-beraih kamar, dan memasak bersama.

    Toni merasakan manfaatnya ikut Resimen Mahasiswa (Menwa) saat di kampus ternyata berpengaruh terhadap kebugaran, daya tahan tubuh, dan mental jadi kuat, sehingga selama di Jepang Toni bisa cepat menyesuaikan lingkungan hidup, beban kerja, dan terbiasa dengan pekerjaan yang cepat.



Penulis     : Alief

Foto        : Alief

Posting Komentar

3 Komentar

  1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus

Jika kesulitan posting komentar via hp harap menggunakan komputer