Zaki Farros Rusydi (Universitas Tidar) |
Masa pandemi virus
corona (Covid-19) yang telah berjalan selama 6 bulan membawa berbagai cerita
dan gejolak, terutama di bidang perekonomian. Data terbaru Badan Pusat
Statistik (BPS) menunjukkan jika angka pengangguran di Indonesia selama pandemi
bertambah menjadi 6,88 juta orang pada Februari 2020.
Tak ketinggalan,
sektor peternakan pun terimbas terutama pada sektor ayam pedaging atau broiler. Terpantau, harga daging ayam di Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jakarta mengalami
penurunan. Kondisi serupa juga terjadi di beberapa wilayah lain di Indonesia.
Berlandaskan data dari situs Sistem Informasi Harga dan Produksi Komoditi
(SiHati), harga daging ayam saat ini berada di angka Rp 27.000 per kg.
Peternak broiler alami kerugian |
Para peternak broiler mandiri di Yogyakarta, tepatnya
di Desa Bunder mengungkap fakta yang cukup memprihatinkan. “Harga livebird (LB/ayam hidup) yang semula
sebesar Rp 18.000 per kg, nyata merosot hingga Rp 10.000 per kg pada April
2020,” jelas Tatag Yudho.
Kemudian,
ratusan peternak broiler di Jakarta
juga memprotes anjloknya harga ayam dengan mengadakan unjuk rasa di depan gedung
Kementerian Pertanian (Kementan) Jakarta pada Selasa (1/4). Massa aksi membawa sejumlah
atribut berupa bendera dan spanduk.
Saat melakukan
aksi unjuk rasa, peternak juga mengangkut ratusan ekor ayam broiler yang kemudian dibagi-bagikan gratis kepada pengendara yang
melintas. Selama kegiatan berlangsung, peternak meminta pemerintah untuk melakukan
stabilisasi harga LB. Karena, peternak sudah terlalu banyak menelan pil pahit
kerugian. Penurunan harga yang terjadi juga terindikasi akibat melubernya stok
LB di lapangan. Hal tersebut tidak diimbangi dengan daya beli masyarakat yang
kian melemah, imbas Covid-19. Terlebih, banyak restoran, pasar, dan tempat
pengolahan daging ayam yang memilih menutup usahanya untuk sementara waktu.
Peternak Sapi
Perah Lebih Mujur
Kondisi
kontras justru terjadi pada peternak sapi perah. Menurut Ketua Kelompok Ternak
Sapi Perah Tri Argo Mulyo, Suhud jika kerugian tidak menyambangi sektor yang digelutinya
selama pandemi ini. “Pada dasarnya Covid-19 memang sangat berpengaruh terhadap
produksi susu. Hanya saja, kami selalu menjaga kualitas susu, karena apabila
kualitasnya tidak baik maka akan ditolak oleh pabrik susu. Komitmen kami
menjaga kualitas berujung pada tidak adanya kendala dalam penjualan,” kata dia.
Permintaan
susu justru melonjak sejak pandemi ini. Mengingat, mengkonsumsi susu adalah
salah satu cara untuk meningkatkan imunitas tubuh dalam menghadapi serangan
virus. Suhud kembali ungkapkan, bahwa asosiasinya berhasil memproduksi susu hingga
3.000 liter/hari dan masih belum cukup dalam memenuhi permintaan masyarakat.
Sektor sapi perah mengalami kondisi yang jauh berbeda dengan broiler |
Semoga, semuanya dapat kembali berjalan seperti biasa. Kondisi perekonomian dalam negeri juga diharapkan bisa kembali pulih dan berputar kembali agar mampu menopang kehidupan masyarakat. Hanya itu yang bisa diharapkan di tengah masa sulit pandemi Covid-19 saat ini.
*Penulis adalah Zaki Farros Rusydi (Universitas Tidar), yang merupakan peringkat 10 Lomba Menulis Artikel Ilmiah Populer dalam Rangka Training Jurnalistik Tingkat Nasional Bersertifikat yang digelar oleh Kafapet Unsoed pada Sabtu (29/8).
0 Komentar
Jika kesulitan posting komentar via hp harap menggunakan komputer