Zainal Abidin |
Hari-hari belakangan ini, saya sedang tertarik menelusuri akar dari kapitalisme modern. Penelusuran saya berhenti pada sebuah artikel di New York Times di era tujuh puluhan, yang ditulis oleh Milton Friedman. Judulnya, The Social Responsibility of Business is to Increase its Profits. Dalam artikel ini, jelas-jelas Friedman menulis bahwa satu-satunya tanggung jawab sosial dari sebuah bisnis adalah meningkatkan keuntungan.
Friedman, boleh dibilang penganjur pasar bebas. Berbeda dengan John Maynard Keynes memberikan peran kepada Pemerintah untuk melakukan intervensi demi mengatur perekonomian. Friedman mengikuti jejak pendahulunya, Adam Smith, yang menekan campur tangan Pemerintah, dan menyerahkan sepenuhnya pada pasar bebas. Atas pemikiran-pemikirannya, Friedman diganjar diganjar hadiah Nobel Ekonomi tahun 1976.
Dalam artikel itu, betul Friedman menulis bahwa satu-satunya tujuan bisnis adalah mencari keuntungan. Tapi dia tidak se-brutal VOC, maskapai dagang Belanda di masa lalu, yang menggunakan segala cara untuk mengeruk keuntungan. Menurut Friedman, keuntungan itu harus didapat dengan tetap mematuhi etika bisnis yang berlaku. Bahkan dia menyebutkan, dalam prakteknya, sebuah bisnis harus taat pada regulasi yang ada.
Friedman kini telah tiada. Tahun 2006, Tuhan memanggilnya. Saya kini membayangkan, betapa murkanya almarhum itu, melihat pemikirannya diseret sedemikian jauh oleh para ‘pengikutnya’. Mereka, - para pengikutnya itu, kerap menganggap bahwa maksimalisasi profit itu bisa, bahkan harus, dilakukan dengan melanggar hukum, seperti misalnya menyuap pembuat kebijakan agar legislasi sesuai dengan kepentingan bisnis. Perilaku seperti ini, jelas-jelas mempersetankan etika, dan itu sama sekali tidak dianjurkan Friedman.
Walau tidak jelas-jelas dinisbatkan pada nama Milton Feiedman, saya membayangkan beliau tengah menangis di alam sana, karena keberadaan sebuah doktrin yang tidak masuk akal, tapi sering dinyatakan sebagai Prinsip Ekonomi : ‘mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya’.
Kalau kita baca pemikiran-pemikirannya sampai akhir hayatnya, Friedman agaknya bakal menolak ekstremisme seperti itu. Kalau pun ada pihak yang menerima prinsip ekonomi itu dengan tangan terbuka, itulah mereka yang menjadi pengikut Gordon Gekko, tokoh rekaan dalam film Wall Street, yang dimainkan dengan apik oleh sang aktor watak, Michael Douglas. Sayangnya, pengikut Gekko saat ini, jumlahnya banyak sekali ...***
Penulis adalah alumni Fapet Unsoed angkatan 1987, penulis buku dan motivator nasional dengan nama populer Bang Jay
0 Komentar
Jika kesulitan posting komentar via hp harap menggunakan komputer