Juragan Ayam Kampung, Inspirasi Warga Desa*
Setelah
mengalami beberapa kegagalan di tahun pertama, kini usaha ternak ayam buras
juragan ini terbilang sukses di kampungnya. Ia menjadi inspirasi bagi warga desa
untuk mengikuti jejaknya menjadi peternak.
***
Dua pekan berada
di Kota Pemalang, Jawa Tengah, terlihat ada perbedaan yang cukup mencolok
kondisi di salah satu perkampungan di kota ini. Lima tahun lalu, Bantarbolang,
salah satu desa di Pemalang, Jawa Tengah, aktivitas ekonomi masyarakatnya
didominasi sebagai petani dan pedagang. Desa ini memang tak jauh dari pasar
tradisional yang sudah ada sejak tahun 1970-an. Lahan pertanian juga masih membentang
luas di desa ini.
Kini, sejak
pandemi Covid-19, sebagian masyarakat di kampung ini banyak yang membuka usaha
peternakan ayam kampung skala rumahan. Jenis ayam yang dipelihara juga beragam.
Ada yang memilih beternak ayam kampung asli, ada yang beternak ayam kampung
hasil silangan, seperti ayam Joper.
Ada juga yang
memilih beternak ayam petelur, namun dipelihara layaknya ayam kampung. Bukan
untuk diambil hasil telurnya, melainkan sebagai ayam pedaging. Orang kampung
ini menyebutnya dengan nama “Ayam Abang” atau “Ayam Merah”.
“Warna bulunya
yang merah kecoklatan, makanya ayam ini dinamai Ayam Abang,” ujar Maryono,
peternak ayam kecil di desa ini.
Dari hasil
penelusuran penulis, hampir di setiap gang kecil di desa ini ada warga yang memiliki
kandang ayam. Sedikitnya ada 11 peternak ayam kampung skala rumahan di sini.
Ada yang memanfaatkan pekarangan samping rumah, ada juga yang memanfaatkan sisa
lahan di belakang rumah yang masih cukup luas.
Kapasitasnya pun
bervariasi, ada yang 100 ekor, ada juga yang mencapai 1.000 ekor lebih. Suara
kokok dan kukuruyuk jago saling bersahutan, menjadi suasana yang khas di
kampung ini setiap pagi.
Setiap Minggu dan
Rabu pagi, banyak para peternak di desa ini membawa sebagian hasil ternaknya ke
Pasar Bantarbolang, tak jauh dari rumahnya. Pada tiap dua hari tersebut, tampak
juga beberapa tengkulak ayam kampung yang datang dari luar desa. Hari Minggu
dan Rabu merupakan hari pasaran di Pasar Bantarbolang. Suasana pasar lebih
ramai dibanding hari-hari lainnya.
Harga jual kepada
tengkulak tentu saja berbeda dengan harga jika dijual secara langsung di pasar.
Bisa dipahami, karena umumnya tengkulak akan menjual lagi ke rumah makan atau
ke pasar lain. Sedangkan jika dijual di pasar, umumnya pembeli adalah sesama
warga untuk kebutuhan sendiri, sehingga harga bisa lebih tinggi.
Menginspirasi
Warga
Geliat aktivitas
usaha ternak ayam kampung di desa ini ternyata tak lepas dari peran Maryono. Di
Bantarbolang, ia dikenal sebagai juragan ayam kampung. Peternak ayam kampung
yang kini cukup sukses di desanya itu, menjadi inspirasi bagi para masyarakat
Bantarbolang untuk mengikuti jejaknya. Sejak tiga tahun lalu, banyak warga yang
datang ke kandangnya untuk belajar secara langsung membuka usaha ternak ayam.
“Mereka banyak
yang minat dan serius belajar, meskipun modalnya pas-pasan. Tapi semangat untuk
mencari penghasilan yang bikin mereka kini mulai menikmati hasilnya,” ujar
mantan karyawan pabrik garmen di Jakarta ini.
Sekilas cerita
tentang Maryono. Lima tahun lalu ia memilih pulang kampung setelah terkena
pemutusan hubungan kerja (PHK) di tempat kerjanya. Dengan modal seadanya, ia
memulai usaha ternak ayam kampung dari nol. Memanfaatkan pakarangan belakang
rumah yang masih luas, awalnya satu kandang ia buat.
Secara bertahap,
beberapa kandang ia buat untuk menambah jumlah ayamnya. Kini hampir 3.000 ekor
ayam yang ia miliki. Ia juga menetaskan sendiri untuk memenuhi kandang Day
Old Chicken (DOC)-nya. Tiga mesin tetas berkapasitas 100 butir telur
ia beli dua tahun lalu.
Keberhasilan
usahanya tak semulus yang dibayangkan orang. Di tahun pertama ia sempat
mengalami beberapa kali kegagalan. Sebagai pemula dan belajar secara otodidak,
membuat Maryono harus bersabar. Ia terus mencoba pada saat kegagalan menghampiri.
“Yang penting
terus mau belajar dan jangan takut gagal. Alhamdulillah ada jalan untuk bisa
berkembang,” sambungnya.
Dengan bekal
pengalaman yang ia lalui, kini ilmu teknik beternaknya ia tularkan kepada siapa
saja yang mau belajar dan minat mengubah nasib. Karena Maryono tak memungut
bayaran, warga pun merasa senang menimba ilmu secara langsung di sini. Bahkan,
Maryono kerap menghadiahi sekadar lima ekor bibit ayam, kalau ada warga yang benar-benar minat untuk usaha,
tapi tak memiliki modal.
“Yang penting dia
punya kandangnya, bibit saya kasih. Itung-itung sedekah,” ujarnya.
Membuka usaha
peternakan ayam kampung di perdesaan memang cukup tepat. Selain lahan masih
luas dan lingkungan masih asri, usaha ini bisa dijalankan siapa saja, asal ada
kemauan. Menurut Maryono, sejak tiga tahun lalu, ekonomi sebagian masyarakat di
kampungnya pun mulai tumbuh lebih baik dari sebelumnya.
Dengan modal yang
relatif kecil, masyarakat bisa memulainya dari skala paling kecil. Untuk urusan
pakan, para peternak di sini umumnya memanfaatkan pakan seadanya untuk ternak
ayam mereka, mulai dari bekatul, sisa makanan rumah, dan dedaunan sebagai pakan
segar. Hanya sesekali saja para peternak di sini memberikan pakan istimewa
pabrikan.
Penghasilan
Bertambah
Usman, salah satu
peternak yang rumahnya tak jauh dari usaha milik Maryono mengaku, sejak
menekuni usaha ternak ayam kampung ia tak terlalu khawatir dengan penghasilan.
Meski tidak tiap bulan panen, namun hasil yang diperoleh ia syukuri.
“Kalau saya kan
ternak ini hanya usaha sampingan, tapi hasilnya lumayan kalau pas panen. Bisa
untuk biaya sekolah anak,” ujar pria yang sehari-harinya berjualan pakaian di
Pasar Bantarbolang ini.
Kandang milik
Usman saat ini menampung 100 ekor lebih ayam kampung. ia membeli bibit ayam di
peternakan milik Maryono. Dari Maryono pula Usman mendapat ilmu beternak ayam
kampung. Sekali panen, sedikitnya ia mengantongi keuntungan bersih Rp 2,5 juta.
Sekira jarak 500 meter
dari rumah Usman, ada Solahudin yang juga menekuni usaha serupa. Kandang ayam
yang berada di samping rumahnya, mampu menampung lebih dari 250 ekor ayam siap
panen. Pria yang pernah menjalani usaha sayuran ini juga mengaku belajar
beternak ayam dari Maryono.
“Waktu saya
jualan sayur, itu resikonya besar. Kalau nggak laku, besoknya susah dijual
karena layu atau busuk,” katanya.
Sekarang, Solahudin
lebih fokus menjadi peternak. Sudah setahun lebih ia menjalani usaha ayam
kampung. Rencananya, ia ingin menambah jumlah ayam mengingat pekarangan di
belakang rumahnya masih cukup luas.
Berbeda dengan
“gurunya”, Solahudin termasuk mujur. Ia belum pernah mengalami kegagalan selama
menekuni usaha ini. Setiap kali ada persoalan yang dihadapi, semisal ayam
sakit, Solahudin tak sungkan-sungkan langsung bertanya kepada Maryono.
“Pak Maryono itu
orangnya nggak pelit. Siapa saja yang tanya seputar ayam dia mau berbagi
ilmunya. Mungkin itu yang bikin di kampung sini banyak yang mau ikutan ternak
ayam,” kata Solahudin.
Seperti peternak
lainnya di sini, soal pakan, Solahudin mengaku hanya memberikan bekatul
dicampur dengan jagung giling. Sesekali diberikan pakan hijauan berupa daun
pepaya dan kangkung. Kadang sisa nasi atau makanan dari dapur juga diberikan ke
ayam-ayam peliharaannya. Hanya di tahap pemeliharaan DOC saja, ia memberikan
pakan pabrikan. Selanjutnya, pakan buatan sendiri yang lebih ekonomis.
Bagaimana
dengan hasil panennya?
“Kalau soal
hasil, alhamdulillah lumayan. Asal ditekuni, usaha ini cukup bagus. Jual ayam
kampung di sini tidak sulit. Di pasar banyak yang nampung,” Solahudin menambahkan.
Sama seperti
Usman, Solahudin juga hanya usaha ternak pembesaran saja. Ia membeli bibit ayam
di peternakan milik Maryono. Bagi kedua peternak ini, Maryono merupakan sosok
yang menginspirasi mereka dan peternak lainnya di kampung ini. Berkat inspirasi
dari peternak ini, sebagian warga di kampung Bantarbolang kini meningkat taraf
hidupnya.
Andai saja di
tempat lain ada sosok-sosok seperti Maryono, mungkin saja dunia peternakan
mampu mengangkat tingkat ekonomi masyarakat. Pola kebersamaan para peternak di
level desa, diyakini dapat memperkuat perekonomian rakyat. Bila ini diterapkan
secara nasional dan mendapat dukungan Pemerintah, niscaya akan menjadi tulang punggung
perekonomian nasional juga. (tr)
Abdul Kholis
Depok, Jawa Barat
*Pemenang Pertama
Lomba Menulis Liputan Peternakan yang diselenggarakan oleh kafapet-unsoed.com
dan Kafapet DIJ
0 Komentar
Jika kesulitan posting komentar via hp harap menggunakan komputer