Lirik Peluang Pasar Ayam Potong di Papua Barat*
Indonesia merdeka sudah 76 tahun
lamanya. Generasi milenial semakin
merdeka dalam menyumbangkan pemikirannya khususnya dalam sektor pertanian. Saat sebagian besar sektor mengalami
penurunan, pertanian terus menunjukkan eksistensinya. Sektor peternakan juga nampak menguasai pasar
terlebih pada masa pandemi Covid-19. Susu, daging, dan telur menjadi kebutuhan
pokok untuk tingkatkan imunitas. Dengan
lihai kalangan muda yang terbiasa berselancar di dunia maya menjadi generasi
milenial yang dapat menguasai pasar “digital” memasarkan produk-produk tersebut
hingga memperoleh nilai jual yang lebih tinggi.
Era industri 4.0 dan society 5.0 menjadikan peluang peternak
makin kreatif dan inofatif dalam melirik peluang usaha. Pengembangan bisnis mutlak membutuhkan
keterlibatan teknologi informasi agar memudahkan peternak mengumpulkan
pundi-pundi rupiah. Penerapan teknologi
dalam budi daya peternakan pun menjadi penunjang bisnis paling efektif.
Sebut saja Yulius Gobai, peternak
asal Papua yang berhasil mengembangkan peternakan babi di Kampung Amogibutu,
Distrik Paniai Timur, Kabupaten Paniai, Papua.
Dalam waktu singkat Yulius mampu mengembangkan ternak babi hingga empat
kali (4x) lipat.
Selain meraup keuntungan dari
penjualan ayam, usaha ayam broiler di Papua Barat juga mendukung upaya
pemenuhan gizi untuk masyarakat.
Stabilitas kualitas produk diperlukan guna menjaga stabilitas pasar di
Papua Barat. Hingga saat ini, jika melirik industri perunggasan nasional, 86
persen terfokus pada pemasok protein hewani. Kebutuhan protein hewani asal
daging ayam boiler lebih terjangkau dibandingkan dengan ternak potong
lainnya.
Data Statistik Nasional menunjukkan bahwa pada tahun 2018
konsumsi daging broiler mencapai 5,58 kg per kapita per tahun atau 74,3% dari
total konsumsi daging (BPS Papua Barat 2020).
Hal ini merupakan peluang pasar yang sangat luas untuk menjadi pemasok
ayam potong di Papua Barat, khususnya di Manokwari. Salah satu pengusaha logistik di Manokwari,
Ernawati menyebutkan, “Setiap minggunya kami mendatangkan satu kontainer ayam
es baik dari luar Papua. Peminat ayam
beku di Manokwari sangat besar, khususnya untuk warung makan.”
Senada dengan Erna, Persiapan
Bangun salah seorang peternak di Prafi, Manokwari, Papua Barat juga mengakui
kebutuhan daging ayam di Manokwari yang masih mengandalkan kiriman dari Jawa
ataupun Sulawesi. Bangun yang memutuskan
pensiun dini untuk fokus menjalankan usaha peternakan mengakui bahwa merintis
usaha ini haruslah dengan sungguh-sungguh. Tak tanggung-tanggung dirinya rela
menyambangi orang per orang, kelompok per kelompok untuk mensosialisasikan
pentingnya mengkonsumsi makanan sehat.
“Ayam beku dengan harga yang
relatif miring, memang baik. Tapi ayam
lokal yang segar akan lebih baik lagi untuk kesehatan,” kata Bangun mengutip
paparannya saat merintis usaha ayam potong di awal kariernya. Namun sangat disayangkan, saat pandemi
melanda, diikuti dengan kenaikan harga pakan membuat para peternak
“menjerit”. Hal ini bermula dari harga
pakan baku seperti jagung yang terus mengalami kenaikan. Mengutip data Badan
Ketahanan Pangan (BKP) Kementan harga jagung terus mengalami kenaikan.
Bulan Januari 2021 harga jagung kadar air 15% tercatat Rp 4.470 per kg. Harga jagung terus naik selama lima bulan terakhir hingga menyentuh sekitar Rp 6.200 per kg pada Mei 2021. Iwan, pemilik toko peternakan yang ada di Manokwari menjual jagung dengan harga 12.000/kg. Perbedaan yang sangat nampak disebabkan tingginya ongkos kirim jagung dari luar Manokwari. Saat harga jagung meningkat, berimbas terhadap pakan yang mahal. Pakan itu sendiri mempengaruhi biaya produksi sebesar 77 % dari total biaya produksi.
Bagi peternak yang memiliki modal besar tidak menjadi persoalan, namun bagi peternak dengan skala usaha sedang, modal usaha menjadi berkurang. Sehingga peternak membatasi pasokan budi daya yang mengakibatkan ketersedian ayam khususnya yang ada di Manokwari berkurang. Kondisi ini membuat miris kondisi pasar di Manokwari. Dari sana muncul pertanyaan apakah Pemerintah tinggal diam dengan kondisi yang ada.
Kondisi yang
selalu berulang tiap tahunnya. Kepala
Dinas Peternakan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Manokawri, Kukuh Saptoyudo, S.P.,
menyebutkan “Di Manokwari sempat berkembang dengan baik ayam grandparent stock. Namun lagi-lagi mengurus pertanian tidak bisa
bolak balik ganti kebijakan.” Dari
sanalah mulai terkikis peternakan ayam bibit yang sebenarnya sudah mulai
berjalan dengan baik.
Kukuh masih meyakini jika kembali
dijalankan dengan melibatkan berbagi pihak, ayam bibit yang dikembangkan di
Manokwari dapat diupayakan keberlangsungannya. Adanya Politeknik Pembangunan
Pertanian (Polbangtan) Manokawari dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
(BPTP) Papua Barat diharapkan mampu
kembali bersama mengembangkan ayam bibit lokal Manokwari. Pemasarannya pun
sudah dinantikan oleh Tokoh Papua Muda Inspiratif, Simon Tambuni.
Presiden Joko Widodo secara
langsung menginstrusksikan Organisasi Papua Muda Inspiratif untuk terus
berkarya memajukan tanah Papua. Pemuda
pemudi Papua yang tinggal di Pantai Utara Manokwari kini sudah mulai melirik
peluang pasar ayam broiler. Tak ambil pusing, Simon yang juga menjadi pemilik
Anggi Mart, salah satu toko yang memasok sayur, buah, dan daging, “pasang badan”
untuk membeli hasil panen para peternak muda papua. Beberapa periode panen yang dilakukan oleh
Mahasiswa Polbangtan Manokwari pun tak tanggung-tanggung diborong habis oleh
Simon. “Masyarakat saat ini sudah pintar memilih makanan sehat. Mereka tidak melihat
harga, tapi melihat kualitas. Saat tau yang kami jual ayam sehat, segera
masyarakat membelinya,” rinci Simon.
Upaya pun terus dilakukan Simon
untuk mampu membesarkan pasar ayam lokal di Manokwari. Pemanfaatan hasil samping sagu diliriknya
untuk dijadikan pakan ternak. Dengan
menggandeng Laboratorium Peternakan Terpadu Polbangtan Manokwari Simon yang
mewakili Papua Muda Inspiratif tengah melakukan fermentasi hasil samping sagu
sebagai pakan ayam broiler. Potensi sagu di wilayah Provinsi Papua Barat sangat
menjanjikan untuk dilakukan pengembangan guna menumbuhkembangkan ekonomi
daerah.
Beberapa potensi sagu telah menjadi fokus pengembangan
antara lain di daerah Sorong Selatan, Raja Ampat, Manokwari, Teluk Bintuni, dan
Teluk Wondama. Potensi luasan hutan sagu di Papua Barat dapat dijadikan sebagai
sumber pangan dan pakan. Sagu dimanfaatkan sebagai bahan makanan sedangkan
turunannya dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Simon melirik usaha ayam broiler
sebagai usaha yang “kece”. Jika dipadukan dengan daerah-daerah penghasil sagu,
limbah sagu akan termanfaatkan. Harga pakan ternak diharapkan dapat ditekan,
dengan hasil yang optimal.
Hal ini menjadi konsep awal Wisata Sagu yang dalam waktu dekat akan terus digencarkan pengembangannya. Jika merunut uraian dari Ibu Erna, Bapak Bagun, Bapak Iwan, Bapak Kukuh, dan Kaka Simon lagi-lagi disadarkan dalam menjalankan sebuah usaha khususnya dalam membidik usaha ayam broiler dibutuhkan sinergitas yang kuat satu sama lain.
Arnita Lamani
Papua Barat
*Pemenang Kedua Lomba Menulis Liputan Peternakan yang diselenggarakan oleh kafapet-unsoed.com dan Kafapet DIJ
0 Komentar
Jika kesulitan posting komentar via hp harap menggunakan komputer