Inisiatif Penambahan Nilai melalui Koperasi sebagai Manifestasi Ideologis (Pidato dalam rangka Perayaan Tahun Koperasi Internasional 2025 dari Gerakan Koperasi di Kerala, India)

Suroto (Alumni FEB Unsoed)

Purwokerto, Kafapet-Unsoed.com. Selamat pagi, namaste kepada para pemimpin koperasi dan seluruh peserta. Merupakan suatu kehormatan bagi Suroto untuk berdiri di hadapan semua peserta di Triuvanantaphuram, Kerala, India — sebuah tanah dengan warisan kuat dalam pembangunan koperasi. Suroto hadir bukan sekadar untuk berbicara mengenai strategi ekonomi, tetapi untuk membagikan sebuah keyakinan ideologis. Presentasi Suroto berjudul “Inisiatif Penambahan Nilai melalui Koperasi sebagai Manifestasi Ideologis,” ungkap alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsoed, angkatan 1995), Suroto selesai pemaparan yang dipandu Ir.H.Alief Einstein,M.Hum. dari kafapet-unsoed.com pada hari Kamis 24 April 2025.

1. Kapitalisme dan Ekstraksi Nilai

Suroto (CEO Induk Koperasi Usaha Rakyat /INKUR) menjelaskan bahwa kita mulai dengan konteks dominan : kapitalisme. Dalam sistem ini, modal - bukanya tenaga kerja manusia yang  menjadi aktor utama. Modal uang berupaya menumpuk dirinya sendiri dengan mengekstrak nilai dari manusia dan alam. Hasilnya adalah ketimpangan yang meluas dan kerusakan lingkungan masif.  Mereka yang memberikan kontribusi terbesar — pekerja, petani, nelayan, dan produsen — sering kali justru menerima paling sedikit. Alam dirusak untuk memenuhi keserakahan segelitir orang. 

Tatanan ekonomi global telah menormalisasi ketidakadilan ini. Mekanisme pasar dipresentasikan seolah netral, padahal kenyataannya lebih menguntungkan mereka yang memiliki modal. Produsen direduksi menjadi pemasok bahan mentah, sementara pihak lain—pedagang, perantara, dan perusahaan multinasional - menguasai proses, merek, dan keuntungan.

2. Koperasi sebagai Alternatif Ideologis

Menurut Suroto yang juga Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis/AKSES mengatakan bahwa Koperasi lahir untuk melawan struktur ini. Koperasi bukan sekadar unit ekonomi, melainkan alat keadilan, demokrasi, dan kemandirian. Berbeda dengan perusahaan kapitalis, koperasi dimiliki dan dikendalikan oleh anggotanya — yakni mereka yang menggunakan atau berkontribusi terhadap layanannya. Koperasi berdiri atas nilai-nilai: solidaritas, kesetaraan, keadilan, dan partisipasi demokratis.

Dalam koperasi, nilai tidak disedot oleh pemegang saham yang tidak terlibat. Sebaliknya, nilai dipertahankan dan didistribusikan kembali kepada mereka yang menciptakannya. Ketika koperasi melakukan penambahan nilai — dengan mengolah, mengemas, memasarkan, dan memiliki merek mereka sendiri — mereka tidak hanya meningkatkan pendapatan. Mereka sedang mempraktikkan ideologinya. Mereka sedang merebut kembali kekuasaan.

3. Memulihkan Semangat Historis

Secara historis, koperasi adalah gerakan akar rumput. Ia muncul dari perjuangan melawan eksploitasi - oleh tuan tanah, pedagang, rentenir, dan ekonomi kolonial. Namun di banyak negara pascakolonial, semangat itu diselewengkan. Koperasi dipaksakan dari atas, diperlakukan sebagai alat negara, dan dibebani dengan ketergantungan.

Warisan ini melemahkan identitas koperasi. Banyak koperasi menjadi penerima bantuan pasif, bukan agen perubahan aktif. Hari ini, kita harus merebut kembali semangat koperasi yang asli — berakar di rakyat, dibangun dari bawah, ujar Suroto (Penulis buku " Koperasi Lawan Tanding Kapitalisme").

4. Inspirasi Global: Kerala, Jepang, dan Kanada

Manajer Boersa Kampus (Ritel - Ritail di depan Gedung Pusat Administrasi Unsoed) Suroto menjelaskan bahwa kita menemukan inspirasi dalam sistem koperasi yang berhasil di berbagai belahan dunia :

• Di Kerala, India, Primary Agricultural Credit Societies (PACS) merupakan lembaga yang terintegrasi—tidak hanya bergerak di bidang kredit, tetapi juga dalam pemasaran dan pengadaan pertanian. Mereka dekat dengan rakyat, strukturnya demokratis, dan layanannya efektif.

• Di Jepang, Zen-noh menghubungkan petani dengan pengolahan dan logistik yang maju, memastikan mereka mendapatkan porsi nilai yang lebih besar.

• Di Kanada, Sollio Cooperative Group telah mengembangkan koperasi pertanian yang kuat dan mengintegrasikan rantai nilai — dari produksi hingga distribusi.

Semua ini adalah contoh penambahan nilai sebagai ideologi yang diterapkan secara nyata.

5. Penambahan Nilai sebagai Pemberdayaan Struktural

Penambahan nilai sering dipahami secara sempit — sekadar pengolahan untuk menaikkan harga. Namun kita harus memperluas pandangan ini. Penambahan nilai berarti memiliki prosesnya, mengendalikan mereknya, dan membentuk pasarnya. Itu berarti beralih dari menjadi penerima harga (price taker) menjadi penentu harga (price maker). Ini bukan semata-mata keuntungan ekonomi—melainkan pemberdayaan struktural.

Ketika koperasi mengolah hasil pertanian sendiri, membangun merek sendiri, dan memasarkan langsung ke konsumen—mereka membebaskan diri dari ketergantungan. Mereka mulai membangun kedaulatan, ungkap Suroto.

6. Demokrasi Ekonomi dalam Praktik

Koperasi adalah sekolah demokrasi. Keputusan diambil secara kolektif, bukan berdasarkan kekuatan modal, tetapi dengan prinsip satu orang satu suara. Melalui partisipasi, anggota mengembangkan kepercayaan diri, keterampilan, dan kesadaran kritis. Penambahan nilai menjadi sarana pendidikan, karena anggota belajar tentang manajemen, pemasaran, dan teknologi.

Inilah bagaimana transformasi ekonomi bertemu dengan transformasi ideologis, ujar Suroto.

7. Pengalaman dan Tantangan di Indonesia

Di Indonesia, kami sedang membangun generasi baru koperasi— terutama di sektor riil. Di bawah Federasi INKUR, kami bereksperimen dengan rantai pasok antar - koperasi. Misalnya, koperasi kredit mendanai pertanian jagung, dan koperasi petani mengolah hasil panennya untuk dijual melalui toko koperasi. Ini merupakan langkah awal yang menjanjikan.

Namun, kami menghadapi tantangan nyata, jelas Suroto.

8. Koperasi Bekerja Sama, Bukan Bersaing

Salah satu prinsip paling indah dari koperasi adalah kerja sama antar koperasi. Alih-alih bersaing, mereka saling mendukung — koperasi :

• Produsen bekerja sama dengan koperasi konsumen,

• Koperasi desa terhubung dengan koperasi kota,

• Koperasi yang lebih tua membimbing yang baru.

Semangat solidaritas inilah yang membedakan gerakan koperasi dengan korporasi. Inilah cara kita membangun bukan sekadar bisnis, tetapi ekonomi koperasi, kata Suroto.

9. Momen Global: Tahun Internasional Koperasi

Pada tahun 2012, Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan Tahun Internasional Koperasi yang pertama dengan slogan: “Perusahaan Koperasi Membangun Dunia yang Lebih Baik.” Ini adalah pengakuan bersejarah atas model koperasi sebagai alternatif yang layak dan transformatif terhadap kapitalisme korporasi.

Kini, pada Tahun Internasional Koperasi 2025, kita diberi momen lagi untuk merenung dan bergerak. Namun jangan biarkan ini menjadi seremoni belaka. Jadikan ini pengingat yang kuat, bahwa jalan koperasi bukan sekadar solusi teknis. Ini adalah komitmen ideologis - cara membangun ekonomi yang menempatkan manusia di atas laba, komunitas di atas modal, ungkap Suroto.

10. Penutup: Menuju Ekonomi Rakyat

Sebagai penutup, penambahan nilai melalui koperasi adalah manifestasi dari ideologi kita :

• Ia adalah praktik untuk merebut kembali keadilan ekonomi,

• Ia adalah jalan menuju kedaulatan ekonomi, kendali demokratis, dan martabat kolektif, ujar Suroto.

Suroto berharap :

• Kita tidak hanya membangun perusahaan. Kita membangun manusia,

• Kita tidak hanya menciptakan produk. Kita menciptakan makna,

• Kita tidak hanya menambahkan nilai. Kita mengembalikan nilai kepada mereka yang paling layak menerimanya.

Suroto juga berharap :

• Mari kita berjalan bersama dalam jalan ideologis ini,

• Mari kita bangun ekonomi rakyat — kuat, demokratis, dan berakar pada solidaritas.



Penulis     : Ir. Alief Einstein, M.Hum

Foto           : Ir. Alief Einstein, M.Hum

Posting Komentar

0 Komentar