KAFAPET SUKSES SELENGGARAKAN SARASEHAN PETERNAKAN NASIONAL


Sarasehan Peternakan Nasional yang diselenggarakan oleh Keluarga Fakultas Peternakan (Kafapet) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed)  yang berlangsung 4 September 2016 , secara resmi mengeluarkan rekomendasi untuk pemerintah khususnya Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan. Rekomendasi itu dibagi dua bagian yakni untuk bidang usaha perunggasan dan untuk usaha peternakan sapi (sapi potong dan sapi perah).


Ketua Kafapet Jabodetabeksesuci (Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi Serang Sukabumi Cianjur) Rony Fadilah yang bertindak sebagai tuan rumah sarasehan mengatakan, rekomendasi untuk perunggasan adalah perlunya reformasi kebijakan perunggasan.

"Reformasi yang dimaksud adalah Segmentasi pasar antara peternak mandiri (UKM) dan peternak integrasi, perlunya manajemen supply DOC antara peternakan rakyat dengan peternakan integrator, pembagian prosentase budidaya untuk menjaga keberadaan peternak mandiri dan meningkatkan jumlah usahawan mandiri di bidang peternakan unggas serta Penyusunan regulasi harga atas dan harga bawah DOC," kata Rony sebagaimana dikutip majalah Infovet  Sementara itu untuk bidang persapian, sarasehan merekomendasikan perlunya perlindungan dan pemberdayaan peternak. Pemberdayaan yang dimaksud antara lain berupa pelatihan, pendampingan, pemberian insentif dan beberapa langkah lainnya.


Sarasehan dan Temu Alumni


Sarasehan Peternakan Nasional bertema ”Situasi Peternakan Terkini, Masalah dan Solusi” berlangsung 4 September 2016 di auditorium Gedung D Kementerian Pertanian, diikuti oleh lebih dari 400 alumni Fapet Unsoed yang tersebar di berbagai daerah dan juga dari luar negeri, dengan profesi yang beragam mulai dari kalangan pelaku bisnis, eksekutif, tenaga akademisi, peneliti maupun birokrat. Acara sarasehan diselenggarakan dalam rangka temu alumni tahunan Kafapet Unsoed. Sarasehan dipandu oleh moderator Bambang Suharno (Pemimpin redaksi Infovet) dengan menghadirkan narasumber Teguh Sudaryatno (Peternak Unggas), Tri Nugrahwanto (usaha feedlot sapi), Shita Anisa Doman (perwakilan konsumen), Prof Mulyoto Pangestu (Dosen Monash University), Prof Akhmad Sodik (Dekan Fapet Unsoed) dan Dr Riwantoro (PLH Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan).


Industri Peternakan Harus Kuat


Dalam Sarasehan Peternakan Nasional tersebut, Plh Dirjen PKH Dr Riwantoro mengatakan, Industri peternakan dalam negeri harus meningkatkan daya saing lantaran pasar bebas tidak bisa dihindari. Tanpa daya saing yang kuat, industri peternakan nasional tidak akan kompetitif.
”Tanpa daya saing, kita tidak akan menang. Pemerintah terus mendorong itu,” tegas Riwantoro dalam Sarasehan Nasional .


Ia mengatakan, pemerintah terus berupaya meningkatkan konsumsi protein hewani melalui penyediaan daging, telur, dan susu yang terjangkau bagi masyarakat. Saat ini, konsumsi protein hewani masih rendah dan terus berkembang. Menurutnya, daging, telur, dan susu merupakan komiditas sangat strategis. ”Karena bukan sekadar berkontribusi dalam pemenuhan kebutuhan pangan, namun juga sumber pencerdas bangsa yang tidak tergantikan,” ujarnya.


Kendati demikian, lanjutnya, pemerintah menyadari bahwa untuk memproduksi protein tersebut merupakan tantangan yang harus dipenuhi. ”Oleh karena itu harus dipahami ada kebijakan agar harga daging sapi Rp80.000. Pemerintah tidak mengharuskan semua daging sapi sekilo Rp80.000, yang penting masyarakat harus bisa menikmati, menjangkau sumber protein yang tinggi. Jadi yang punya uang lebih, silakan beli yang mahal,” ujarnya.


Pengusaha yang tergabung dalam Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan) Teguh Sudaryatno mengatakan, omzet perunggasan cukup spektakuler yakni sekitar Rp 450 triliun per tahun. Sayangnya dari total omzet tersebut, peternak rakyat tinggal 15%. Hal ini terjadi karena peternak mandiri semakin sedikit, berbanding terbalik dengan populasi ayam yang terus meningkat. ”Ini efek dari UU Nomor 18/2009, di mana dalam UU tersebut salah satu pasalnya, setiap orang dan atau badan usaha boleh melakukan budidaya. Setelah UU itu diusahakan, maka semua perusahaan boleh melakukan budidaya sendiri,” paparnya.


Teguh melanjutkan, untuk mengatasi ini pemerintah harus membuat segmentasi pasar. ”Jadi antara peternak UKM atau mandiri, tradisional dengan peternak integrasi dari hulu ke hilir harus dibedakan pasarnya,” ungkapnya. Praktisi Sapi Potong Tri Nugrahwanto mengatakan, populasi sapi lokal tidak sanggup memenuhi kebutuhan domestik sejak awal tahun 90-an. Sementara budidaya tradisional tidak mampu mengejar pertumbuhan konsumsi akibat peningkatan populasi penduduk dan pertumbuhan ekonomi.***
Sumber: majalah Infovet

Posting Komentar

1 Komentar

  1. Kegiatan yg bagus sebagai bentuk kepedulian pada bangsa

    BalasHapus

Jika kesulitan posting komentar via hp harap menggunakan komputer