Karya Nadam Dwi Subekti : Berlian di Atas Gunungan Sampah

Kafapet-Unsoed.com.  Hari Sabtu 15 oktober 2016, sekitar 50an orang  dalam sebuah rombongan dari Jakarta mendatangi sekolah Alam Tunas Mulia yang berlokasi di Bantar Gebang Bekasi. Rombongan yang terdiri dari aktivis perunggasan itu berasal dari Pinsar Indonesia (Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia), ASOHI (Asosiasi Obat Hewan Indonesia), beberapa media peternakan dan utusan perusahaan bidang perunggasan. Mereka mengadakan aksi sosial dalam rangka Hari Ayam dan Telur Nasional (HATN).

Aksi sosial yang dimaksud antara lain melakukan penyuluhan gizi kepada anak-anak siswa sekolah alam, memberikan sumbangan paket ayam dan telur, test kesehatan untuk orang tua siswa, pengobatan gratis, sejumlah lomba untuk  anak-anak dan sebagainya
Acara Hari Ayam dan Telur Nasional (HATN) di Tunas Mulia 2016
Suasana ceria menyelimuti anak-anak. Mereka adalah anak-anak pemulung sampah yang mendapatkan pendidikan gratis dari Sekolah Alam Tunas Mulia pimpinan Nadam Dwi Subekti. Sekolah Alam menjadi daya tarik tersendiri bagi banyak kalangan, karena sekolah ini berdiri di tengah-tengah area pembuangan sampah Bantar Gebang Bekasi, yang merupakan sampah warga DKI yang jumlahnya kini 7000 ton per hari.

Nadam Dwi Subekti, tokoh sentral di sekolah ini adalah sang pendiri sekolah. Ia  adalah alumni Fakultas Peternakan Unsoed angkatan 1988. Tempaan mental Jenderal Soedirman di kampus Fapet Unsoed serta pengalaman berorganisasi sebagai Ketua Senat Mahasiswa tampaknya menjadi bekal untuk berani terjun dan mengabdi total menjalankan misi pendidikan untuk anak-anak yang terpinggirkan .

Berangkat dari Kepedulian Nadam

Sekolah Alam Tunas Mulia Bantar Gebang Bekasi berdiri 13 Oktober 2006 terbentang di tanah wakaf seluas 6000 meter persegi. Ada perpustakaan, pendopo, koperasi, mushola, dan kandang kelinci, kolam ikan, dan tempat bermain yang sederhana. Sekolah ini menjadi tempat belajar lebih dari 200 murid PAUD hingga SMP.
"Awalnya pada tahun 2004 saya mencari bau sampah yang selalu tercium dari perumahan saya. Ternyata bau itu dari sini (TPA Bantar Gebang) yang letaknya tidak jauh dari perumahan. Setelah saya menemukan sumber bau itu, saya berkenalan dengan beberapa orang di sini dan mengetahui waktu itu banyak anak-anak pemulung yang tidak sekolah. Akhirnya saya terjun mengajar mengaji dan selanjutnya membuat sekolah di sini," ujar Nadam  kepada Kafapet-Unsoed.com 
Nadam mempunyai alasan tersendiri mengapa memilih model sekolah alam daripada mendirikan sekolah formal. Menurutnya, anak-anak sebaiknya jangan dibebani dengan banyak kesumpekan .
Nadam di depan saung 
"Modelnya sekolah alam karena biasanya mereka di rumah sudah sumpek, nanti di sekolah sumpek juga kan kasihan. Lagipula kalau di dalam kelas nanti bau sampahnya akan terasa karena biasanya anak-anak ke sini setelah memulung sampah, baunya menempel," kata dia sembari tertawa.
Sebagaimana dikutip BeritaSatu.com, Nadam mengaku Tidak mudah untuk mendirikan sekolah alam. Rendahnya kesadaran orangtua dan anak-anak di daerah ini mengenai pentingnya pendidikan menjadi tantangan terbesar. Belum lagi gangguan-gangguan dari pihak yang tidak menyukai adanya sekolah alam ini. Namun perlahan-lahan Nadam bisa merangkul warga sekitar dan tokoh-tokoh setempat untuk mendukung dan berkontribusi pada Sekolah Alam Tunas Mulia ini.
"Salah satu kesulitannya adalah memfokuskan anak-anak untuk belajar. Biasanya anak laki-laki kalau sudah besar diharapkan orang tua untuk memulung karena tenaganya mereka lebih kuat dan bisa memulung banyak. Kalau sudah sekolah umumnya mereka susah untuk memulung. Selain itu di sini anak perempuan di umur muda ada yang sudah menikah. Kami mengedukasi anak-anak, mendorong untuk sekolah dan kuliah, memberikan contoh yang bagus dan kami carikan pekerjaan," kata dia.
Dibantu dengan 12 pengajar serta bantuan tenaga dari para mahasiswa, para anak-anak pemulung dapat merasakan pendidikan gratis. Selain itu, bantuan dari berbagai donatur baik perusahaan maupun yayasan terus berdatangan. Sekolah memberikan penghargaan bagi anak-anak yang rajin dan berprestasi dengan cara memberikan beasiswa sekolah. Hingga saat ini Sekolah Alam Tunas Mulia dapat memberikan beasiswa bagi para murid untuk melanjutkan jenjang pendidikan ke SMK dan universitas.
"Setelah dari sekolah alam, kalau mau lanjut SMA atau SMK kemudian kuliah kami usahakan biayanya. Anak-anak yang kuliah sekarang sudah ada yang lulus, ada 2 orang lulus S1 , satu orang lulus D3 , 2 orang  masih kuliah. Dan puluhan anak-anak SMK/SMA masih mengikuti program beasiswa," ujar Nadam bangga.
Hingga kini masih banyak anak-anak pemulung dan kaum dhuafa di TPA Bantar Gebang yang masih memerlukan pendidikan. Nadam dan para pengajar lainnya hanya bisa berharap anak-anak yang mereka didik kelak bisa memiliki masa depan yang cerah dan dapat menjadi orang yang berhasil di hidupnya.
"Harapan kami bisa mengubah keadaan anak-anak menjadi punya masa depan, tidak jadi pemulung lagi. Orangtuanya pemulung namun mereka jangan jadi pemulung juga," tutupnya

Mengembangkan Pesantren 

Tahun demi tahun, Nadam terus melakukan inovasi model pendidikan untuk para siswa. Aktivitas terbaru yang disampaikan Nadam kepada redaksi Kafapet-Unsoed.com antara  lain anak-anak diajari membuat kerajinan dari limbah, salah satunya lukisan dari limbah kulit telur. Siswa juga diajari peternak kelinci , dimana sekarang sudah diganti dengan beternak kambing.
Sejak tahun lalu Nadam aktif menyampaikan rencana membangun pesantren Tahfizd Al Quran ke berbagai pihak untuk mendapatkan dukungan. Kegigihan itu kini membuahkah hasil. Konsep pesantrennya juga unik, dalam bangunan 4 saung plus asrama.  Nadam mengatakan, saat ini sedang dibangun Saung Asrama Santri Tahfidz. 

"Dari 4 saung yang akan dibangun tahun ini sudah selesai dibangun 1 saung. Target Santri 40 anak, sudah ada 10 anak yang mau mendaftar. Target Udztad Hafiz, 2 orang, sudah dapat 1 orang. Untuk pembangunan saung dananya dari sumbangan donatur, antara lain dari alumni Fakultas Peternakan Unsoed. Rencananya tahun ajaran baru yang akan datang pesantren akan menerima santri 20 putra, 20 putri," jelasnya. Atas nama panitia, ia menyampaikan terima kasih atas dukungan dan partisipasi alumni Fapet Unsoed dalam merealisasikan impiannya.

Kabar terbaru, Nadam bersama tim sedang merintis peternakan kambing dengan memanfaatkan limbah pasar yang ada di TPA Bantar Gebang sebagai bahan pakan. Menurutnya, dalam sehari tak kurang dari 7000 ton sampah, setidaknya 1000 ton di antaranya adalah sampah pasar. Sampah pasar yang sebagian berupa bermacam sayuran, tongkol jagung dan sebagainya dapat diolah menjadi pakan kambing. "Sejauh hasilnya bagus dan akan kami tingkatkan," ujar Nadam optimis.

Berlian di Atas Gunungan Sampah

Dubes Indonesia untuk Rusia saat kunjungan
Apa yang dilakukan Nadam kini seperti berlian di atas gunungan sampah. Jika diawal ia merintis banyak yang tidak peduli, bahkan ada yang menentang, kini banyak pejabat, politisi (termasuk Ketua MPR), tokoh masyarakat, perusahaan, dan berbagai komunitas datang ke area sekolah alam untuk memberikan dukungan dan sumbangan.  Liputan media cetak dan elektronik dan media online nasional dan internasional menyempatkan untuk melakukan liputan terhadap kegiatan yang dirintas alumni Fapet Unsoed ini.

Tanggal 26 Februari lalu Duta Besar Indonesia untuk  Rusia  Wahid Supriyadi mengunjungi Sekolah Alam Tunas Mulia dan berjanji akan membawa hasil karya siswa untuk dipamerkan dalam ajang Festival Indonesia yang akan berlangsung di  Moskow Agustus 2019 mendatang.


"Kita sudah menyumbang beberapa mesin jahit, mereka mengolah barang-barang bekas menjadi produk seperti tas dan semacamnya, tapi setelah mereka terampil ini mereka kebingungan marketingnya kemana, ini kan harus dibimbing," kata Wahid.

Selamat dan sukses buat Mas Nadam. teruslah berkarya untuk Indonesi. ***

Sumber berita: wawancara dan media online
Foto : Nadam & Pinsar Indonesia

Posting Komentar

1 Komentar

Jika kesulitan posting komentar via hp harap menggunakan komputer